Tak heran juga belakangan tumbuh subur lembaga-lembaga yang fokus untuk mengajarkan anak-anak usia dini membaca, menulis, dan berhitung.
Sebab, keterampilan membaca, menulis, dan berhitung dianggap hal yang perlu dimiliki anak ketika masuk ke SD. Dengan keterampilan tersebut, orangtua berharap anak akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.
Sebab, masuk sekolah menjadi salah satu momok, terutama bagi anak-anak yang belum mampu membaca, menulis dan berhitung. Seolah, mereka tertinggal secara akademik dan menjadi anak-anak yang tak mampu mengejarnya.
Padahal, untuk anak-anak usia SD, perkara membaca, menulis dan berhitung bukan yang utama. Pembentukkan karakter, misalnya, menjadi hal utama.
Bagaimana mereka berelasi dengan teman sebaya, dengan dunia di luar keluarganya, membangun empati sosial, dan yang paling utama mengenal siapa diri mereka sendiri.
Untuk literasi, yang paling penting bukan sudah mampu membaca atau menulis, tetapi bagaimana anak-anak memiliki kecintaan terhadap literasi.
Untuk membangun proses tersebut bukan proses instan. Untuk anak usia dini yang terpenting bagaimana membangun kebiasaan, membuat mereka terpapar secara intensif dengan dunia literasi. Hadirkan perpustakaan, buku yang sesuai dengan usia anak.
Tradisi membaca hanya hadir ketika kita berupaya untuk membangun budaya tersebut. Misal dengan membiasakan membacakan ragam buku kepada anak-anak.
Blackmore dan Ramirez (2006) dalam buku Baby Read Aloud Basics menekankan pentingnya membaca nyaring (read aloud) untuk bayi karena memiliki beberapa manfaat seperti meningkatkan keterampilan mendengar, meningkatkan jumlah kosa kata, membantu belajar kata-kata yang tidak biasa, membantu memahami arti kata, konsep tentang buku cetak, mendapatkan informasi dari ilustrasi buku, meningkatkan ikatan antara bayi dengan orangtua, dan membangun kecintaan terhadap buku dan kegiatan belajar.
Untuk target kedua, satuan pendidikan perlu menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama.
Masa PAUD menuju SD/MI/Sederajat memang sangat krusial dalam proses perkembangan anak. Namun seringkali anak mengalami situasi sulit karena harus memasuki arena asing yang berbeda dengan apa yang dihadapi sehari-hari.
Jika di PAUD anak-anak biasa mendapatkan perhatian intensif dari guru-guru yang jenaka, ketika memasuki masa SD mereka berhadapan dengan guru-guru baru dan lingkungan berbeda.
Belum lagi ada ragam tuntutan yang biasanya mereka hadapi, salah satunya mereka harus sudah memiliki kemampuan membaca.
Pada posisi ini, guru menjadi figur terdekat anak. Guru perlu membantu anak mengenal sekolah barunya, mengenal teman-temannya.
Progam pengenalan awal sekolah menjadi fokus yang membawa mereka lebih dekat dan kenal dengan lingkungan baru.