Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Orang Takut Menjadi Tua? Dosen UM Surabaya Sebut Teori Lookism

Kompas.com - 12/02/2023, 07:07 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Media sosial sedang heboh dengan selebgram yang menyebut kunci awet muda adalah tidak punya anak atau child free saat dipuji wajahnya tidak bertambah tua meski sudah berusia 30 tahun.

Mengapa seseorang takut terlihat tua? Dosen pengampu mata kuliah kajian media di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Radius Setiyawan punya alasannya.

Radius menyebut obsesi awet muda dipengaruhi oleh standar budaya yang terbentuk di masyarakat, utamanya melalui media massa, media sosial hingga iklan-iklan kecantikan.

Baca juga: Apa Saja Syarat Nikah di KUA? Dosen UM Surabaya Sebut 12 Hal Ini

Radius menjelaskan, bahwa asumsi dasar dari keinginan untuk tetap awet muda meski di usia yang tidak lagi muda berangkat dari anggapan bahwa kaum muda itu lebih menarik, diinginkan, dan cantik atau ganteng. Sedangkan usia tua dianggap sebagai buruk, tidak menarik, dan jelek.

“Itulah mengapa menjadi tua adalah kondisi yang tidak diinginkan dan harus dilawan dengan usaha-usaha keras meski harus mengeluarkan dana yang relatif besar sekalipun,” jelas Radius dilansir dari laman UM Surabaya.

Ia juga menyebut fenomena obsesi awet muda berkaitan dengan lookism atau tampilanisme.

Lookism sendiri adalah tindak diskriminasi atau cara pandang orang terhadap perempuan atau laki-laki hanya dari kecantikan atau ketampanan wajah.

Lookism juga merupakan usaha tetap tampil menarik seperti yang dikonstruksi oleh media salah satunya.

“Diskriminasi tersebut kerap kali terjadi lebih banyak pada perempuan yang merasa dirinya insecure dan anxious jika dia tidak bisa tampil cantik layaknya konstruksi dominan,” jelas Radius lagi.

Baca juga: Pakar UM Surabaya: Ini 8 Bahaya jika Bayi Minum Kopi

Tetap tampil menawan, energik di usia matang, berkulit putih, bertubuh langsing dan kencang merupakan sebuah kondisi yang sangat mungkin diinginkan banyak orang.

Orang berpikir, jika tidak menjadi cantik atau tampan, tidak bertambah tua, bisa menghindarkan mereka dari mendiskriminasi.

Menurutnya hal tersebut banyak dijumpai pada realitas masyarakat urban. Di mana banyak dari mereka berusaha untuk menjaga kulit dan tubuh mereka agar tetap awet muda. Hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah untuk dilakukan.

“Orang harus berjuang menjaga pola makan, olahraga, dan mengonsumsi krim anti-aging (anti penuaan). Sebuah usaha yang diakui ataupun tidak sebagai sesuatu hal yang menyiksa. Usaha-usaha untuk mempertahankan tampilan tersebut kerap kali mendiskriminasi. Baik laki-laki maupun perempuan,” imbuhnya.

Ia kembali menjelaskan, bahwa obsesi awet muda adalah bagian dari kompetensi kultural yang digunakan untuk melegitimasi perbedaan-perbedaan sosial. Hal ini berfungsi membuat distingsi sosial.

Baca juga: Stikes Panti Kosala: Ini Tanda dan Gejala Jantung Koroner

“Sehingga bisa tampil muda adalah upaya dari kemampuan untuk mengkonversi kapital ekonomi kepada kapital simbolik. Kekuatan ekonomi yang dipunyai mampu membuat perempuan kelas tertentu memperoleh pengakuan tetap tampil muda,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com