Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaga Kesehatan Mental Remaja, Psikiater: Orangtua Wajib Hadir Secara Fisik dan Emosional

Kompas.com - 12/10/2022, 06:15 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF), memperingatkan orangtua maupun guru bahwa anak-anak dan remaja berpotensi mengalami dampak jangka panjang dari Covid-19 terhadap kesehatan mental.

Bahkan, sebelum pandemi Covid-19 pun anak-anak dan remaja sudah menanggung beban kesehatan mental tanpa ada intervensi yang bermakna untuk mengatasi masalah ini.

Berdasarkan data UNICEF, diperkirakan terdapat lebih dari 1 dari 7 remaja berusia 10-19 tahun di dunia yang hidup dengan diagnosis gangguan mental.

Setiap tahun, tindakan bunuh diri merenggut nyawa hampir 46.000 anak muda dan tindakan ini adalah satu dari lima penyebab utama kematian pada kelompok usia tersebut.

Baca juga: Kasus Mahasiswa Bunuh Diri, Psikolog: Penyebab Tidak Hanya Satu Faktor

Pengabaian orangtua picu gangguan kesehatan mental anak

Dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater), Pangeran Erickson Arthur Siahaan mengatakan bahwa peran orangtua untuk mendukung kesehatan mental anak cukup besar.

Ia berpesan agar orangtua wajib hadir bagi anak, tidak saja secara fisik melainkan juga secara emosional di dalam setia perkembangan dan pertumbuhan anak. Sehingga diharapkan anak terhindar dari gangguan mental.

"Kita sebagai orangtua wajib hadir di dalam hidup anak-anak kita. Wajib hadir itu bukan hanya perkara hadir secara fisik saja, tetapi juga perlu ada secara emosional," paparnya dikutip dari Antaranews, Senin (10/10/2022).

Hadir secara emosional dapat berupa kepedulian orangtua terhadap perkembangan anak sesuai dengan tahapan usia dan memberikan apresiasi kepada anak saat mereka mereka melakukan kemajuan sekecil apapun.

Baca juga: 6 Tanda Anak Cerdas Secara Emosional dan Cara Mengoptimalkannya

Menurutnya, gangguan kesehatan mental yang sering dihadapi oleh anak ialah adanya pengabaian dari orangtua, kondisi kekerasan, kurangnya pola asuh yang kurang baik yang menimbulkan distress yang berlebihan.

Distress yang terjadi secara terus-menerus, lanjut dia, dapat menjadi awal munculnya gangguan kesehatan mental.

Ia menegaskan bahwa usia anak merupakan periode bertumbuh dan berkembang, sehingga menjadi penting anak mendapatkan pola asuh yang seimbang.

Erickson mengatakan, ketika tidak terjadi keseimbangan antara kombinasi dari faktor biologis, psikologis dan sosial, maka hal tersebut bisa jadi cikal bakal dari gangguan mental pada anak.

Ia mengatakan deteksi dini dapat dilakukan dari pengisian lembar strengths and difficulties questionnaire (SDQ) yang diisi oleh orangtua dan guru sebagai orang terdekat yang mengamati perilaku dan emosi pada anak.

Baca juga: Terkenal Disiplin, Begini Cara Orangtua Jepang Mendidik Anak

Menurutnya, kuesioner tersebut bisa digunakan sebagai deteksi dini gangguan mental pada anak hingga usia 17 tahun. Namun, untuk diagnosa harus dilakukan oleh profesional kesehatan.

"Kita boleh lebih aware. Ketika kita sudah aware, kita lanjutkan pemeriksaan lebih lanjut agar tata laksana nanti dapat berjalan dengan baik," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com