Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Krisis Kedelai, Ini Tanggapan Pakar UGM

Kompas.com - 22/02/2022, 13:46 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Dalam sepekan terakhir Indonesia mengalami krisis kedelai. Krisis kedelai ini ditandai dengan peningkatan harga yang signifikan.

Yakni, harganya mulai dari Rp 7.000-Rp 9.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 11.300 per kg di Jawa dan sampai Rp 12.500 per kg di luar Jawa.

Baca juga: Harga Kedelai Naik Tiap Tahun, Ini Kata Pakar IPB

Kenaikan harga 30-40 persen tersebut tentu sangat memberatkan konsumen kedelai yang sebagian besar merupakan UMKM perajin tahu dan tempe.

Bahkan di beberapa daerah perajin tahu dan tempe mogok produksi, karena tingginya harga kedelai.

Sebagian perajin menyiasati dengan mengurangi ukuran dan terpaksa menaikan harga tempe dan tahu.

Imbas lainnya, yaitu kenaikan harga tempe dan tahu serta produk olahannya seperti gorengan dan keripik. Akibatnya, pengeluaran rumah tangga juga meningkat.

"Tempe dan tahu lauk yang dapat disajikan dengan berbagai variasi dengan harga cukup terjangkau serta memiliki kandungan protein cukup baik sehingga jadi pilihan bagi keseharian masyarakat," ujar Dosen Fakultas Pertanian dan Sekolah Pascasarjana UGM, Subejo melansir laman UGM, Selasa (22/2/2022).

Menanggapi krisis kedelai global yang tengah terjadi, Subejo menyebut krisis dipicu oleh beberapa hal, yaitu menurunnya produksi kedelai di Amerika Serikat (AS) dan Brasil sebagai penghasil utama kedelai dunia akibat La Nina serta meningkatnya impor kedelai oleh China.

China saat ini, menurutnya, merupakan importir kedelai terbesar di dunia.

Sebagai contoh di tahun 2020, China mengimpor 58 persen dari total ekspor kedelai Amerika Serikat.

Dia menjelaskan kedelai merupakan tipikal komoditas yang sangat sesuai dikembangkan di negara empat musim dan kurang optimal dikembangkan di negara beriklim tropis, seperti Indonesia.

Baca juga: Ini Kriteria Calon Mahasiswa yang Lolos Masuk Unpad Jalur SNMPTN

Tingkat produktivitas kedelai Indonesia sangat jauh dibandingkan dengan produktivitas di Amerika dan Eropa.

"Dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat permintaan kedelai juga semakin meningkat, akibatnya impor kedelai tidak dapat dihindarkan," jelas dia.

Maka cukup wajar jika impor kedelai jauh lebih besar dibandingkan kemampuan produksi nasional.

Merujuk data BPS tahun 2019, beberapa tahun terakhir kebutuhan kedelai nasional sebesar 3,4-3,6 juta ton per tahun.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com