Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PENDIDIKAN

Implementasi Proyek Profil Pelajar Pancasila, Murid Belajar lewat Sampah dan Permainan Tradisional

Kompas.com - 18/02/2022, 18:11 WIB
Yogarta Awawa Prabaning Arka,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sekolah Dasar (SD) Negeri 005 Sekupang, Batam, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Temanggung, Jawa Tengah, menjadi segelintir sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka.

Dengan penerapan kurikulum tersebut, bahan ajar dari mata pelajaran yang diampu guru sudah tidak lagi sebatas buku-buku materi sekolah.

Guru diberi wewenang untuk bereksplorasi memberikan pelajaran sesuai dengan karakteristik sekolah dan hal-hal yang lebih relevan atau dekat dengan keseharian siswa. Misalnya, materi yang berkaitan dengan isu lingkungan dan sosial. Dari isu tersebut, siswa diajak berdiskusi dan terbiasa menganalisis, serta memecahkan masalah.

Selain itu, sekolah juga melengkapi pembelajaran kolaboratif melalui proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila. Tujuannya, untuk membentuk karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

“Kalau dulu, guru terpatok dengan buku mata pelajaran. Tujuan pelajaran juga sudah ada di dalam buku itu. Sekarang, tujuan pelajaran dan fase pembelajaran murid justru dibuat sendiri oleh guru,” ujar salah satu guru SD Negeri 005 Sekupang, Stefani Anggia Putri, dalam webinar bertema “Wujudkan Pelajar Pancasila melalui Kurikulum Merdeka” yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Kamis (17/2/2022).

Pada kesempatan itu, Anggia juga memaparkan cara ia dan pihak sekolah mengimplementasikan kurikulum ke dalam pelajaran sekolah selama setahun ke belakang.

“Kami mengambil dua tema, yakni gaya hidup berkelanjutan untuk semester 1 dan kearifan lokal untuk semester 2,” tambahnya.

Pada tema gaya hidup berkelanjutan, Anggia melakukan proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila berjudul “Sampah Kujadikan Teman”.

Pada anak-anak kelas rendah, yakni kelas 1 dan 2, ia mengenalkan lagu “Jangan Membuang Sampah Sembarangan”. Pihaknya juga mengajak peserta didik untuk memilah dan memilih sampah sesuai jenis serta mendaur ulangnya.

“Tak hanya di sekolah, siswa juga didorong mengimplementasikan proyek ini di rumah dengan melibatkan orangtua,” ujar Anggia.

Selanjutnya, untuk tema kearifan lokal, para siswa diajak memainkan permainan tradisional, seperti lompat karet dan congkak.

Sementara itu, siswa di tingkat yang lebih tinggi diajarkan lagu-lagu dan tarian daerah.

“Anak zaman sekarang sudah tidak mengenal permainan tradisional. Bahkan, mereka (tidak bisa) menjalin karet untuk dirangkai panjang sebagai media dalam permainan lompat karet. Padahal, itu sederhana,” ucap Anggia.

Dari sanalah, para siswa dididik untuk fokus memecahkan masalah, bergotong royong, serta menggunakan nalar kritis saat di sekolah bersama teman-temannya.

Di luar sekolah, orangtua juga dilibatkan. Para guru percaya, orangtua lebih familier dengan permainan tradisional. Dengan begitu, para siswa dapat berbagi dan berdiskusi dengan orangtuanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com