Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Ini Tanggapan Pakar Unair

Kompas.com - 07/02/2022, 17:01 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Keberadaan kerangkeng manusia di rumah pribadi Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin menjadi sorotan publik.

Salah satunya disorot oleh Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Prof. Bagong Suyanto.

Baca juga: 25 Universitas Terbaik di Indonesia Versi Webometrics 2022

Menurut dia, fenomena yang berlangsung selama 10 tahun terakhir itu baru saja terungkap setelah KPK melakukan penggeledahan.

Kerangkeng tersebut berkedok rehabilitasi tetapi juga melibatkan kekerasan dan perbudakan.

Dia menilai kerangkeng manusia adalah bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kalau dalihnya (kerangkeng manusia) untuk rehabilitasi, jangan diperlakukan sebagai terdakwa yang dihukum, tetapi harus diperlakukan sebagai korban," jelas dia melansir laman Unair, Senin (7/2/2022).

Dosen kelahiran Nganjuk itu mengatakan, rehabilitasi sosial narkoba bertujuan untuk memulihkan manusia dari dampak buruk penyalahgunaan baik secara mental maupun sosial.

Dia juga berpendapat korban rehabilitasi sosial narkoba semestinya dilakukan oleh ahlinya bukan tergantung jabatannya.

"Fakta bahwa ada kerangkeng manusia itu jelas salah, karena bukan wewenang bupati. Kalau dilakukan bukan oleh ahlinya, secara sosiologi itu hal yang menyimpang," ungkap dia.

Baca juga: BRIN Buka Lowongan Kerja Tahun 2022, Ayo Daftar

Berkaitan dengan hal itu, setiap tindakan atau perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dianggap sebagai bentuk penyimpangan.

"Kondisi kerangken dengan fasilitas apapun tetap tidak manusiawi. Itu melanggar kebebasan, kecuali divonis pengadilan bersalah," tegas dia.

Asal tahu saja, selain kerangkeng manusia, KPK juga menemukan adanya perbudakan yang dilakukan oleh Bupati Langkat kepada korban untuk menggarap kebun sawit miliknya.

Korban juga diketahui sering mengalami penyiksaan hingga berdarah dan lebam di tubuh mereka.

Meskipun ada yang mengaku beberapa korban yang dikerangkeng itu mendapat izin dari keluarga.

Namun, Prof. Bagong menganggap izin tersebut bisa saja diberikan, karena keluarganya tersubordinasi dengan kekuasaan dan tidak berani untuk menguak isu ini.

Baca juga: KPAI Ingin DKI Jakarta Hentikan PTM Terbatas Sebulan, Ini Alasannya

"Kegiatan kerangkeng manusia semacam ini bisa berdampak sosial bagi korban, yakni munculnya trauma dan stigma," tukas Prof. Bagong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com