Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desak RUU TPKS Disahkan, PPI Dunia: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual

Kompas.com - 05/01/2022, 15:43 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Berdasarkan Catatan Tahun (Catahu) 2020 Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), setidaknya ada 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020. Peningkatan kurva tindak kekerasan dan kejahatan seksual di tengah pandemi belum juga usai.

Menyikapi kondisi ini, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia mendesak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Inilah salah satu yang mendasari PPI Dunia menyikapi darurat kekerasan seksual di tanah air," ujar Faruq Ibnul Haqi selaku Koordinator PPI Dunia dalam keterangan tertulis, Selasa (4/1/2022).

PPI Dunia memandang kejadian kekerasan seksual di tanah air sudah lebih dari cukup untuk mulai meningkatkan kesadaran publik, khususnya masyarakat tanah air untuk lebih menyadari bahwa isu kekerasan seksual di Indonesia sudah bukan isu ringan.

Baca juga: 21 Bentuk Kekerasan Seksual di Kampus dalam Permendikbud 30

Putusannya, kata dia, tak bisa lagi diserahkan pada segelintir pihak saja, namun memerlukan uluran tangan dari berbagai pihak.

"Dengan mempertimbangkan keadaan darurat kekerasan seksual di tanah air, kami Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia memandang perlu hadirnya negara untuk melakukan harmonisasi pengaturan untuk kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk di dalamnya kekerasan seksual," ujar Faruq.

Ia mengatakan, hak bebas dari ancaman, diskriminasi, dan kekerasan merupakan hak yang sangat krusial untuk diejawantahkan bagi siapapun termasuk kelompok rentan, perempuan dan anak.

Keterbatasan payung hukum Indonesia yang melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual ini, lanjut dia, telah sangat memprihatinkan.

Oleh karenanya, PPI Dunia mendorong agar pemerintah dapat memberikan korban kekerasan seksual hak-haknya atas penanganan, perlindungan dan pemulihan.

Baca juga: Pakar Psikologi Unair: Begini Cara Membantu Korban Kekerasan Seksual

“KUHP yang sangat “terbatas” mengatur tentang kekerasan seksual telah menyebabkan banyak kasus kekerasan seksual yang belum dapat diproses secara hukum dengan cepat dan tepat. Berbagai data menunjukkan banyak kasus-kasus kekerasan seksual yang sulit diproses dan terjadi terus berulang karena sistem hukum negara Indonesia belum mengenal persoalan kekerasan seksual”, papar Koordinator PPI Dunia ke-11 itu.

PPI Dunia lakukan kajian akademik

Direktur Direktorat Penelitian dan Kajian (Ditlitka) Aswin Rangkuti dan Ketua Tim Ad Hoc Darurat Kekerasan Seksual di Tanah Air Muhammad Ammar dan anggota tim telah melakukan kajian akademis yang intensif pada 14-28 Desember 2021.

Kajian akademik PPI Dunia disusun oleh Tim Adhoc yang beranggotakan perwakilan dari PPI Dunia Kawasan di seluruh dunia.

Dalam kajian akademis ini, ada empat pokok bahasan yang dikaji oleh PPI Dunia, di antaranya:

  1. Dampak buruk kekerasan seksual
  2. Kerangka hukum internasional dan peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur penghapusan kekerasan seksual
  3. Polemik RUU TPKS dan Permendikbud-ristek PPKS
  4. Partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual serta perlindungan dan pemulihan korban dan penyintas kekerasan seksual

Wakil Direktur Litka PPI Dunia, Radityo Pangestu mengatakan RUU TPKS dan Permendikbud-ristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi adalah terobosan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan korban kekerasan seksual sehingga tindak pidana kekerasan seksual dapat diproses secara adil.

Baca juga: Desa Terang Desa Internet, Inisiasi PPI Dunia Hadirkan Internet Daerah 3T

Radit juga menambahkan hingga hari ini RUU TPKS dan Permendikbud-ristek PPKS masih menuai pro-kontra baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat yang menyebabkan pengesahan dan implementasinya terus tertunda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com