Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/11/2021, 15:30 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Meski menuai sejumlah perdebatan, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang telah ditetapkan 31 Agustus 2021 menuai berbagai sambutan positif.

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair), Basuki Rekso Wibowo mendukung dengan ditetapkannya Permendikbud Ristek ini.

“Dengan telah ditetapkan serta terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, maka secara yuridis pihak perguruan tinggi dapat melakukan langkah-langkah legal menindak pelaku kekerasan seksual,” ujarnya seperti dilansir dalam siaran pers, Senin (8/11/2021).

Baca juga: Kemendikbud Ristek Bantah Permendikbud 30 Legalkan Zina

Dalam keterangan yang sama, Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam mengatakan tujuan utama peraturan ini adalah memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan, melalui pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi.

"Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 hadir sebagai langkah awal kita untuk menanggapi keresahan mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, dan masyarakat tentang meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi kita,” jelas Nizam.

Nizam menjelaskan, Permendikbud Ristek PPKS dinilai detil dalam mengatur langkah-langkah yang penting di perguruan tinggi untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual.

Di samping itu, juga membantu pimpinan perguruan tinggi dalam mengambil tindakan lebih lanjut untuk mencegah berulangnya kembali kekerasan seksual yang menimpa sivitas akademika.

Baca juga: 80 Persen Mahasiswa Tidak Bekerja Sesuai Jurusan Kuliah

21 bentuk kekerasan seksual di kampus

Dalam Pasal 5 Ayat (1) Permendikbud No. 30 Tahun 2021, dijelaskan bahwa kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Sementara di Pasal 5 Ayat (2), diterangkan bahwa kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;

b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;

c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;

d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;

e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;

f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com