Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Cerdas, Cerah, dan Asyik" Melawan Momok "Learning Loss"

Kompas.com - 28/04/2021, 12:27 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

 

KOMPAS.com - Learning loss atau kehilangan pembelajaran menjadi momok dunia pendidikan Indonesia saat ini yang tengah melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sebagai dampak pandemi global Covid-19.

Kekhawatiran terjadinya learning loss ini pula yang kemudian mendorong Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri mewajibkan sekolah segera mempersiapkan dan melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas tahun ajaran 2021/2022 pada bulan Juli mendatang.

"Masa pandemi ini sangat sulit sekali sehingga banyak sekali keluhan dari masyarakat, orangtua, anak dan bahkan guru mengalami kesulitan pembelajaran dalam masa pandemi ini," ungkap Purwadi Sutanto, M.Si, Direktur SMA, Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah, Kemendikbud RI.

Keprihatinan ini diungkapkan Purwadi dalam gelar wicara daring bertajuk "Cerah, Cerdas, dan Asyik: Pola Pikir untuk Masa Depan yang Kompetitif" yang diinisiasi Zenius, platfom teknologi pendidikan dan Forum Wartawan Pendidikan Kemendikbud pada Rabu, 21 April 2021.

"Tentu akan terjadi penurunan kompetensi siswa, lalu yang kedua ada beberapa anak yang terpaksa harus drop out. Ini angka yang cukup serius yang harus kita sikapi bersama," tambah Purwadi.

Baca juga: Setahun Pembelajaran Daring, Benarkah Terjadi Learning Loss?

Pandemi dan mimpi buruk learning loss

Selain itu, dalam kesempatan sama Purwadi juga menyampaikan, isu kesehatan mental siswa juga menjadi soal yang perlu mendapat perhatian khusus selama pembelajaran di masa pagebluk Covid-19.

"Ini harus kita sikapi bersama. Masalah kesehatan mental anak-anak kita menjadi sangat penting di masa pandemi. Ini serius sekali," ujarnya.

Purwadi memberi gambaran, salah satu faktor penyebab terjadinya learning loss adalah kesenjangan akses siswa ke teknologi pembelajaran. Selain akses internet yang masih terkendala di beberapa wilayah Indonesia, tidak semua siswa memiliki gawai yang didedikasikan untuk belajar. 

"Termasuk di perkotaan, anak-anak tidak mampu. Praktis yang melakukan pembelajaran orangtua karena HP yang memegang orangtua dibawa bekerja, sehingga tidak pernah terjadi interaksi antara guru dan siswa. Yang sekolah orangtuanya," jelas Purwadi memberi gambaran.

"Harapan Kementerian bahwa untuk mengurangi penurunan kompetensi, apalagi terjadi learning loss perlu ada terobosan," tegasnya.

"Terobosan sudah dimulai dari Presiden dengan adanya vaksinasi guru dan tenaga pendidikan. Insya Allah tahun ajaran baru nanti sudah ada PTM terbatas. Terbatas artinya tetap menjalankan protokol kesehatan Covid-19," harap Purwadi.

Kekhawatiran terhadap learning loss juga disampaikan Sabda PS, Chief Education Officer Zenius. "Learning loss telah terjadi dari dulu di Indonesia. Bukan hanya sekarang (saat pandemi) saja," tegas Sabda.

Mengutip data PISA yang dilakukan OECD terhadap siswa Indonesia pada tahun 2018, skor literasi siswa Indonesia menunjukkan 70 persen siswa masuk di bawah kompetisi minimal. Demikian pula untuk skor numerasi dan sains yang memperlihatkan 71 persen dan 60 persen siswa Indonesia masih berada di bawah kompetensi minimal.

Tidak hanya itu, Indonesia selama 15 tahun tercatat secara konsisten sebagai salah satu negara dengan peringkat hasil PISA terendah.

"Ini (learning loss) bukan hanya gara-gara pandemi. Ini sudah terjadi sejak dulu. Hanya, karena pandemi hal ini semakin parah," tegas Sabda lagi.

Baca juga: Mendikbud Nadiem Dorong Pembelajaran Project Based Learning, Seperti Apa?

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com