Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Alexander Aur
Dosen Filsafat Universitas Pelita Harapan

Pengajar filsafat pada Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Banten.

Kamus Sejarah Indonesia dan Kesetiaan Memasuki Kerumitan Sejarah

Kompas.com - 26/04/2021, 07:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan buku Kamus Sejarah Jilid 1 dan 2. Proses penyusunan buku dua jilid tersebut sudah dimulai sejak 2017.

Pada 2021 ini beredar versi e-book kamus tersebut. Respons terhadap kamus itu pun muncul dari pihak Nahdlatul Ulama (NU) karena pendiri NU Hasyim Asy'ari tidak dimasukkan dalam kamus tersebut oleh tim penyusun.

Tidak ada tokoh Hasyim Asy’ari dalam kamus tersebut, respons terhadap buku tersebut, serta alasan yang diberikan oleh pihak Kemendikbud menunjukkan bahwa menulis sejarah bukan perkara mudah.

Menulis sejarah memerlukan ikhtiar merawat harapan untuk setia dalam memasuki kerumitan yang terkandung dalam sejarah itu sendiri.

Kerumitan tersebut tercermin dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Apa itu sejarah? Mengapa (harus) menulis sejarah? Untuk apa menulis sejarah?

Pertanyaan pertama menyangkut aspek hakikat sejarah. Pertanyaan kedua terkait dengan aspek episteme (pemahaman) mengenai sejarah. Pertanyaan ketiga berurusan dengan aspek aksio atau relevansi sejarah dalam kehidupan sehari-hari saat ini dan masa depan.

Ketiga aspek tersebut sama penting dan tak boleh diabaikan oleh siapapun, baik sebagai penulis sejarah maupun sebagai pembaca sejarah.

Ketiga aspek tersebut bertautan erat dengan pemahaman atas waktu. Pemahaman tersebut menyangkut pemaknaan terhadap narasi tentang manusia dan kehidupannya pada masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.

Saat manusia berhadapan dengan masa lalu, ia berhadapan dengan sejarahnya. Saat ia berhadapan dengan masa kini, ia berhadapan dengan kesadarannya akan sejarahnya.

Saat ia berhadapan dengan masa depan, ia berhadapan dengan relevansi dari sejarah dan relevansi dari kesadaran akan sejarahnya.

Bentangan kemungkinan

Menulis sejarah juga merupakan sebuah upaya memasuki kemungkinan-kemungkinan, yang terbentang dari masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Dalam bentangan kemungkinan itulah, menulis sejarah berarti sebuah proses pembacaan dari masa kini terhadap masa lalu dan mengorientasikan hasil pembacaan itu ke masa depan.

Penulis sejarah yang hidup pada masa kini berusaha membaca masa lalu. Penulis yang hidup dalam masa kini dengan seluruh wawasan dunianya saat ini, berusaha membaca masa lalu yang sudah barang tentu mempunyai wawasan dunia tertentu pula.

Itu artinya, penulis sejarah membaca masa lalu bukan dalam suatu kepastian melainkan dalam suatu kemungkinan. Penulis sejarah tidak hidup dan mengalami wawasan dunia masa lalu secara utuh. Itu sebabnya, saat menulis sejarah, seorang penulis sejarah bergerak dalam kemungkinan-kemungkinan.

Dalam menulis sejarah penulis sejarah pun mengemban tanggung jawab untuk mendudukan secara tepat karakteristik dari tiga waktu: masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com