Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

P2G: Negara Pupuskan Impian Anak Indonesia Jadi Guru PNS

Kompas.com - 30/12/2020, 19:24 WIB
Dian Ihsan,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan keputusan pemerintah yang meniadakan perekrutan guru PNS mulai tahun 2021. Keputusan itu merupakan kado pahit akhir tahun bagi para guru honorer di Indonesia.

"Keputusan ini adalah bentuk kado prank akhir tahun yang membuat para guru sedih di penghujung 2020," ungkap Koordinator Nasional P2G Satriawan Salim lewat keterangan persnya, Rabu (30/12/2020).

Baca juga: Kesempatan Ujian Seleksi Guru PPPK hingga 3 Kali

Dia mengaku, keputusan tidak merekrut guru PNS jika hanya berlaku untuk formasi tahun 2021, mungkin masih bisa diterima. Sebab, di era Presiden Jokowi juga pernah dilakukan moratorium terhadap penerimaan PNS, yang kemudian dibuka kembali 2018.

Namun, bila keputusan itu bersifat permanen di mulai 2021. Maka di posisi itu letak masalahnya, karena tak ada lagi perekrutan guru PNS.

Satriawan menegaskan keputusan itu tersebut jelas-jelas melukai hati para guru honorer, calon guru yang sedang kuliah di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), dan orangtua mereka.

Sebab, ada ratusan ribu mahasiswa LPTK yang bercita-cita menjadi guru PNS dalam rangka memperbaiki ekonomi dan meningkatkan harkat martabat keluarga.

Banyak anak Indonesia ingin jadi guru PNS

Pemerintah, bilang dia, jangan pura-pura tidak tahu, fakta tentang tingginya animo anak-anak bangsa Indonesia yang ingin menjadi guru PNS.

Apalagi, lanjut dia, para guru honorer yang sudah mengabdi lama di sekolah dan mendidik anak bangsa di seluruh Indonesia, memiliki mimpi guru menjadi guru PNS.

"Mereka bermimpi agar jadi guru PNS, agar kesejahteraan hidupnya meningkat dan terjamin oleh negara," terang dia.

Dengan adanya keputusan itu, dia mengatakan, akan memadamkan nyala api semangat guru honorer. Cita-cita mereka tidak muluk, misalnya ingin jadi pejabat atau komisaris di perusahaan BUMN.

Baca juga: Indonesia Miliki 700.000 Guru Honorer

"Impian mereka sederhana, hanya ingin menjadi guru PNS yang mengabdi untuk pendidikan nasional. Mengapa negara harus pupuskan harapan mereka?" tegas dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan tidak akan ada lagi penerimaan guru lewat seleksi CPNS.

Bima menyebut pemerintah sepakat mengalihkan pengangkatan guru melalui perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

"Kami sepakat bahwa untuk guru itu akan beralih menjadi PPPK, jadi bukan CPNS lagi. Ke depan, kami tidak akan menerima guru dengan status CPNS, tapi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja," kata Bima.

Menurut Bima, perekrutan guru sebagai PPPK akan membantu pemerintah menyelesaikan persoalan distribusi guru secara nasional. Ia mengatakan selama ini pemerintah selalu terbentur dengan sistem PNS untuk melakukan distribusi guru.

"Karena kalau CPNS setelah mereka bertugas 4 sampai 5 tahun biasanya mereka ingin pindah lokasi. Dan itu menghancurkan sistem distribusi guru secara nasional. Dua puluh tahun kami berupaya menyelesaikan itu, tetapi tidak selesai dengan sistem PNS," ungkapnya.

Tak hanya itu, tenaga kepegawaian lain seperti dokter, perawat, dan penyuluh akan direkrut melalui PPPK. Bima mencontohkan, di berbagai negara maju lebih banyak jumlah PPPK daripada PNS.

Baca juga: Kepala BKN: Tak Ada Lagi Pengangkatan Guru lewat Seleksi CPNS

"Sebenarnya best practice di negara-negara maju juga melakukan hal yang sama. Jumla PPPK di negara maju sekitar 70-80 persen, PNS-nya hanya 20 persen. Untuk hal-hal yang sifatnya pelayanan publik status kepegawaian adalah PPPK," kata Bima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com