KOMPAS.com – Setelah menimba ilmu di Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB), hati nurani Siti Maryam terpanggil melayani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam sektor pendidikan di kampung asalnya.
“Salah satunya itu memang saya lahir dari kampung, bagaimana nasib mereka-mereka yang ada di kampung sehingga terjadilah motivasi saya pada saat itu ingin bagaimana gitu cara meraih atau mengumpulkan mereka,” cerita Siti yang merupakan pendiri dan kepala Sekolah Luar Biasa Swasta (SLBS) Putra Hanjuang.
Niat Siti pada saat itu untuk mendirikan SLBS Putra Hanjuang di Desa Bungbulang yang berjarak kurang lebih 73 kilo meter dari kota Garut menimbulkan pertanyaan dari masyarakat dan orangtua siswa.
Baca juga: Ingin Belajar Jadi Pendidik ABK? Ini 11 PTN Pilihannya
“Kami menghadapi masyarakat atau orangtua siswa, intinya begini kalau bahasa Sunda ‘Kunaon disakolakeun?’ atau ‘Kenapa ABK disekolahkan?’ Anak-anak normal pun begini,” jelas Siti pada Jumat (13/11/2020) kepada Kompas.com.
Siti menerka, kemungkinan pada saat itu masih terasa sulit bila dilihat dari segi ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM), ekonomi, dan letak geografisnya.
Namun, Siti tidak pantang menyerah untuk memenuhi hak pendidikan ABK karena menurutnya semua orang berhak untuk mendapatkannya.
Pernyataan tersebut didukung dalam pasal 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk memperoleh pendidikan.
Dalam prosesnya, Siti pun bertemu dengan Ajah yang juga bersikeras untuk mendirikan sekolah bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) di Bungbulang, Garut.
Salah satu guru di SLBS Putra Hanjuang ini memiliki tekad yang sama dengan Siti karena pengalamannya saat ia masih berdagang mengelilingi kampung.
Menceritakan salah satu kisah saat berjualan es krim di depan sekolah, Ajah mendapati seorang anak yang melihat ke dalam ruang kelas SD.