Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Septian Ananggadipa
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Septian Ananggadipa adalah seorang yang berprofesi sebagai Auditor. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mengenal Venture Capital, "Para Sultan" Penyuntik Modal

Kompas.com - 25/06/2022, 07:22 WIB
Kompasianer Septian Ananggadipa,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Hampir sama seperti perusahaan investasi pada umumnya, VC memiliki tujuan investasi untuk memperoleh imbal hasil. Namun bedanya, VC memiliki risk appetite investasi yang tinggi, dengan ekspektasi imbal hasil lebih tinggi pula.

Oleh karena itu, target investasi VC adalah perusahaan rintisan yang memiliki potensi dan agility untuk berkembang pesat.

Dalam bisnis konvensional, perusahaan-perusahaan yang baru berdiri dan memiliki model bisnis yang unik atau berbeda hampir pasti akan sulit memperoleh pendanaan modal dari bank atau lembaga keuangan lainnya.

Gojek misalnya, di awal berdiri, siapa yang cukup "gila" untuk berinvestasi kepada perusahaan baru yang bermodal call center untuk menghubungkan ojek dengan penggunanya?

Keuangan masih merugi, aset perusahaan hanya telepon dan komputer, manajemennya anak-anak muda semua. Logika bisnis biasa pasti akan obviously say no jika kita diminta menaruh uang di perusahaan itu bukan?

Namun logika itu tidak berlaku bagi VC. Merekalah perusahaan yang cukup gila untuk percaya dengan visi dan potensi Gojek, menyuntikkan modal, tumbuh dan berkembang bersama upaya perusahaan rintisan mendisrupsi pasar.

Dalam konteks Gojek, salah satu VC yang berani menanamkan investasi saat early stage adalah NSI Ventures, afiliasi dari Northstar Group. Pendanaan awal saat itu bernilai sekitar US$ 2 juta atau sekitar Rp26 miliar. Well, nominal itu sekarang bernilai berkali-kali lipat.

Pendanaan yang diberikan VC umumnya adalah equity fund, atau secara sederhana seperti membeli saham atau bagian kepemilikan perusahaan startup.

Hingga pada suatu waktu, VC tersebut dapat menjual sahamnya di harga yang lebih tinggi ke VC lain, perusahaan lain, atau bahkan ke publik jika startup ini melantai di bursa atau IPO.

Tentu saja kini skema pendanaan pasti sudah jauh lebih beragam, bahkan kini VC tidak hanya berinvestasi, tapi juga memberikan mentorship dan connecting the dot untuk mendorong perusahaan berkembang lebih cepat. Sebuah VC besar pasti memiliki portfolio investasi di berbagai startup yang bisa jadi membentuk ekosistem dan simbiosis bisnis yang sangat kuat.

Dari Mana Uangnya?

Teringat kembali pada berbagai berita yang menyebutkan bahwa VC ini VC itu menyuntikkan modal triliunan rupiah ke berbagai startup, tentu membuat kita bertanya-tanya. 

Dari mana sih uangnya? Apakah kantong pribadi? Atau dari Dimas Kanjeng Taat Pribadi?

No..no.. dana jumbo yang disebar oleh VC itu berasal dari para investor yang disebut Limited Partners (LP). Para LP ini dapat berupa lembaga pengelola dana pensiun, institusi swasta, atau bisa jadi individu dan keluarga tajir melintir yang uangnya tumpah-tumpah.

Jadi VC hadir untuk menghimpun dan mengelola dana-dana dari para LP untuk diinvestasikan ke berbagai startup yang dinilai memiliki potensi. Dalam kontrak bisnisnya, LP akan membayarkan management fee dan commision fee untuk pengelolaan investasi oleh VC.

Namun bukannya tadi disebutkan, menyuntikkan modal ke startup kan risikonya tinggi? kalau startup-nya sukses sih enak ya, tapi bagaimana jika sebagian besar startup itu berakhir dengan kegagalan?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com