Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduki RS di Ukraina, Pasukan Rusia Sandera Ratusan Pasien dan Staf

Kompas.com - 19/03/2022, 11:00 WIB
Muhamad Syahrial

Penulis

KOMPAS.com - Perang antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung sejak serangan pertama dilancarkan pada Kamis (24/2/2022).

Saat ini, pasukan Rusia telah memasuki rumah sakit terbesar di kota Mariupol, Ukraina selatan. Tak hanya itu, mereka pun melarang dokter dan pasien meninggalkan gedung rumah sakit.

Wakil Walikota Mariupol, Sergei Orlov mengatakan kepada BBC, sekira 400 orang di Rumah Sakit Perawatan Intensif Regional disandera.

Selama hampir dua minggu, Mariupol dikepung oleh pasukan Rusia dengan kondisi gas, air, dan listrik yang terputus.

Sebagaimana diberitakan KOMPAS.com pada Rabu (16/3/2022), pihak berwenang setempat mengatakan, setidaknya 2.500 warga tewas di kota tersebut sejak pengepungan yang dilakukan oleh pasukan Rusia.

Baca juga: Dampak yang Muncul Jika Indonesia Beri Rusia Sanksi Menurut Pengamat Ekonomi

"Kami menerima informasi bahwa tentara Rusia merebut rumah sakit terbesar kami," kata Orlov.

Dalam sebuah unggahan di Facebook, Gubernur Donetsk, Pavlo Kirilenko mengatakan, seorang pekerja rumah sakit telah memperingatkan pihak berwenang tentang situasi tersebut.

Dia menambahkan, rumah sakit itu sama dengan yang dirusak oleh pasukan Rusia pada pekan lalu. Dalam serangan tersebut, lima orang tewas.

Mariupol adalah pusat dari krisis kemanusiaan yang berkembang di Ukraina, karena makanan dan persediaan medis habis, sedangkan bantuan tidak diizinkan masuk ke wilayah tersebut.

Kota itu pun terus-menerus diserang oleh pasukan Rusia, meski sekira 350.000 penduduk masih terperangkap di dalamnya.

Baca juga: 22 Negara Tak Bersahabat Versi Rusia

Dewan kota Mariupol menyampaikan, sekira 2.000 orang berhasil meninggalkan kota tersebut pada Selasa (15/3/202), sedangkan sekira 2.000 orang lainnya menunggu untuk pergi.

Terancam infeksi dan kelaparan

Kondisi Ukraina terkini, khususnya di kota Mariupol, ratusan orang berdesakan di ruang bawah tanah sebuah gedung publik besar.

Wilayah yang terkepung itu kehabisan makanan, dan banyak juga warganya yang membutuhkan bantuan medis.

"Beberapa telah mengembangkan sepsis akibat pecahan peluru di dalam tubuh," kata Anastasiya Ponomareva, seorang guru berusia 39 tahun yang melarikan diri dari kota pada awal perang, tetapi masih berhubungan dengan teman-temannya di sana.

Teman-teman Ponomareva bersama keluarga lain berlindung di ruang bawah tanah gedung. Mereka semua telah meninggalkan rumah yang tidak lagi aman atau tidak lagi berdiri.

Baca juga: Disinggung dalam Perang Rusia dan Ukraina, Apa Itu Senjata Biologis?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com