Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosiolog: Pemindahan Ibu Kota Penting untuk Disrupsi Jejak Kolonial

Kompas.com - 31/01/2022, 18:45 WIB
Farid Assifa

Penulis

"Waktu dulu kita gunakan karena kepentingan pragmatis saja, karena mudahnya kan. Semua sudah di Jakarta, Batavia, ya sudah kita pakai (jadi ibu kota negara)," katanya.

Menurut Roby, sebenarnya jika para pendiri bangsa merancang kemerdekaan dari nol tentu akan memilih sendiri ibu kota pilihan mereka.

"Akan lebih panjang urusannya. Akan dipikirkan matang-matang," kata dia.

Jakarta warisan kolonial

Ibu kota Jakarta, menurut dia, dipilih pemerintah kolonial demi keuntungan mereka saja. Keuntungan yang dimaksud, yaitu mengeruk kekayaan nusantara sebesar-besarnya tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

"Tentunya sangat logis, buat apa mereka (kolonial) pikirkan (bangsa Indonesia)," katanya.

Saat itu, kolonial menjadikan Jakarta sebagai ibu kota hanya untuk mengeruk kekayaan saja. Tak hanya Jakarta, utamanya Pulau Jawa dengan jumlah penduduk cukup banyak dan sumber daya alam yang banyak.

Pertimbangan Jakarta atau Batavia jadi ibu kota hanya untuk efisiensi dan eksploitasi nusantara.

Menurut Roby, rakyat Indonesia sudah mengalami efek akibat terus menggunakan logika tersebut, yaitu menimbulkan ketimpangan yang parah ketika pembangunan sangat terfokus pada Jakarta atau Pulau Jawa.

"Kita sadar ini tak bisa dipertahankan, tak suistainable, jika kita mengesampingkan pulau selain Jawa. Ini sudah disadari Pak Jokowi yang mengatakan ingin membangun Indonesia sentris," jelasnya.

Semangat pemerataan pembangunan sebetulnya sudah ada sejak awal. Hal ini ditunjukkan saat Jokowi membangun infrastruktur, justru di daerah-daerah yang bisa disebut pinggir, bukan di pusat.

"Yang secara itungan politik tak rasional, karena pemilihnya sedikit, sepi, mahal, buat apa?" katanya.

Baca juga: Bersiap, ASN akan Pindah ke IKN Nusantara hingga Rancangan Bangun Rumah Dinas

Dalam hal ini, menurut Roby, Jokowi sudah rasional. Jokowi memulai dari yang kecil, misalnya membangun pos tapal batas.

"Gongnya perubahan mendasar fundamental, budaya dengan memindahkan ibu kota ke Kalimantan," ujarnya.

Roby turut memberi pandangan terkait dipilihnya ibu kota baru di daerah Paser, Kalimantan Timur. Baginya, pemilihan daerah itu hanya itungan teknis, teknokratis, pertimbangan ekonomi, dan pertahanan.

"Tapi poinnya adalah memindahkan, menjadi lebih ke tengah, sederhana saja. Negara lain pun melakukan hal serupa dan merepresentasikan lebih ke Indonesia sentris," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com