Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak Kapan Orang Sunda Gemar Menyantap Lalap?

Kompas.com - 20/01/2022, 06:09 WIB
Kompasianer Muhammad Fakhriansyah,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Sumber Kompasiana

Jika mengunjungi rumah-rumah makan khas Sunda, Anda akan disuguhi sambal dan lalapan sebagai penyerta menu utama. Sajian lauknya pun sangat beragam, terdapat ayam goreng, ikan asin hingga sayur asam.

Sambal dan lalap adalah menu wajib ketika kita menikmati makanan khas sunda. Tidak afdhal rasanya apabila kita tidak menyantap sambal dan lalap.

Sunda dan budaya makan lalap memang sudah melekat dan tidak dapat dipisahkan. Bahkan terdapat guyonan bahwa apabila kita memiliki istri orang sunda maka akan sangat mudah memberi makan karena dedaunan pun ia makan.

Awal mula budaya makan lalap

Artinya, budaya lalap itu sudah meresap ke dalam jiwa orang sunda dan menjadi identitas kesundaan. Lantas, sejak kapan budaya makan lalap ini terbentuk?

Menurut Rahman dalam Sunda dan Budaya Lalaban: Melacak Masa Lalu Budaya Makan Sunda (2018), jejak lalap dapat dibuktikan secara arkeologis pada Prasasti Panggumulan dari Sleman, Jawa Tengah yang berasal dari 902 M atau abad ke-10 M.

Baca juga: Selain Tengkleng, Ini 10 Kuliner Khas Solo yang Wajib Dicoba

Pada prasasti tersebut terdapat beberapa kosakata yang menyebutkan bahan makanan dari sayuran bernama rumwah-rumwah (lalap mentah), kuluban (lalap yang direbus), dudutan (lalap mentah yang diambil dari akarnya) dan tetis (sejenis sambal).

Penemuan tulisan bahan makanan pada Prasasti Panggumulan tersebut membuktikan bahwa lalap telah dikomsumsi pada abad ke-10 M. Artinya, bukti tertua dari jejak lalap dapat dilihat pada Prasasti Panggumulan.

Bahan makanan yang tercantum pada prasasti tersebut diperoleh dari tumbuhan dan tanaman yang tumbuh liar secara lokal pada perkarangan rumah, misalnya.

Hingga pada akhirnya, berabad-abad kemudian, mulai masuk beragam tanaman dari penjuru dunia yang kemudian dibudidayakan dan menjadi bagian dari lalab, seperti timun, terong, wortel, kol, dan singkong.

Meski sudah terdapat bukti arkeologisnya, bukti tertulis budaya makan lalap masih terbilang buram.

Hingga akhirnya penelitian lebih lanjut pada naskah sunda, yaitu "Sanghyang Siksa Kandang Karesian" yang berasal dari abad ke-16 Masehi dapat memberikan cukup informasi mengenai lalap dan menjadi pembenaran atas bukti pada Prasasti Panggumulan.

Dalam naskah tersebut terdapat beberapa kalimat yang menunjukan bukti atas lalab, yaitu dengan kalimat "kalingana asak deung atah" (sebenarnya hanya mentah dan masak).

Bukti pada Prasasti Panggumulan dan naskah sunda Sanghyang Siksa Kandang Karesian cukup memberitahukan bahwa sejak abad ke-10 terdapat kegemaran masyarakat menyantap lalap.

Alasan orang sunda gemar makan lalap

Akan tetapi, timbul satu pertanyaan lagi, mengapa orang sunda gemar menyantap lalap?

Kegemaran orang sunda menyantap lalap terjadi karena suburnya potensi vegetasi dan masih jarang tradisi gembala. Hal ini membuat tingginya komsumsi protein nabati daripada hewani dalam kebutuhan sehari-hari.

Artinya, masyarakat saat itu tentu saja memanfaatkan vegetasi di sekitarnya untuk mereka makan karena yang melimpah pada saat itu hanyalah vegetasi.

Seiring kedatangan orang-orang Eropa tentu saja berdampak kepada budaya makan masyarakat pribumi khususnya di Jawa keseluruhan.

Pada awalnya budaya makan yang cenderung mengkomsunsi protein nabati mengalami perubahan ke komsumsi protein hewani.

Baca juga: Sejarah Es Cendol Elizabeth, Kuliner Khas Bandung untuk Diplomasi

Hal ini terjadi karena orang Eropa kerap membuka hutan untuk perkebunan yang tidak hanya membawa tanaman baru tetapi turut memperkenalkan hewan pula, seperti sapi.

Namun, kecenderungan itu tidak menampak di kawasan Jawa bagian Barat. Dari amatan orang-orang Eropa, populasi ternak di Jawa Barat ternyata tercatat rendah.

Kondisi ini turut memengaruhi pada rendahnya konsumsi protein hewani di kalangan masyarakat Sunda.

Di samping itu, kebijakan ekonomi pemerintah kolonial di Priangan yang cenderung terpusat pada tanaman komoditas (kopi dan teh) turut membentuk ekosistem pangan masyarakat Sunda yang tidak berorientasi pada pembudidayaan ternak.

Kondisi ini tidak disadari pada akhirnya membentuk kecenderungan citra budaya makan yang vegetaris di kalangan orang Sunda.

Citra ini jelas bukan suatu hal yang natural, melainkan ada aspek politik dan ekonomi kolonial yang secara tidak langsung dan tidak disadari turut membentuk pula pola kultural dalam budaya makan Sunda.

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Sejak Kapan Orang Sunda Gemar Melahap Lalap?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com