Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Air Naik 1.000 Persen Lebih, PDAM Tasikmalaya Gugat Gubernur Jabar

Kompas.com - 19/12/2021, 09:45 WIB
Farid Assifa

Penulis

"Pada akhirnya, warga makin enggan untuk berlangganan air bersih atau air minum," bebernya.

Alasan penolakan kedua terkait masalah yuridis. Dadih mengatakan, secara formal, pembentukan peraturan perundang-undangan proses penetapan Keputusan Gubernur 713/2021 tidak mendengarkan aspirasi wajib pajak.

Ia mengatakan, pertemuan dengan Gubernur Jabar pada 5 Mei 2021 dan Webinar pada 5 Oktober 2021, tidak berpengaruh sama sekali.

Dadih menuding Dinas Sumber Daya Air menutup mata dan telinga dari keberatan wajib pajak.

Sebab, secara materiil, Kepgub 713/2021 mengacu kepada Kepgub No 29 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perhitungan Harga Dasar Air Sebagai Dasar Penetapan Nilai Perolehan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Sedangkan Kepgub No 29 Tahun 2002 sudah dicabut sehingga Kepgub 713/2021 tidak memiliki landasan hukum lebih tinggi.

Selain itu, keputusan tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 15 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penghitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan.

Alasan ketiga, secara sosiologis, ada perlakuan yang diskriminatif terhadap wajib pajak. Pada satu sisi, Pemerintah Provinsi Jabar memberikan keringanan terhadap wajib pajak pemilik kendaraan, yang menimbulkan kemacetan dan polusi, namun pada saat bersamaan membebani wajib pajak yang mengurusi pelayanan publik pemenuhan hak asasi atas air.

Baca juga: Jadi Sumber Polemik Riau dan Sumbar, Apa Itu Pajak Air Permukaan?

Kemudian alasan keempat, secara ekonomis keputusan tersebut jelas membebani keuangan perusahaan yang sedang mengalami kesulitan akibat pandemi Covid-19.
Kewajiban membayar pajak menjadi Rp 1.755.920.332/tahun menguras hampir separuh laba perusahaan.

"Atas kondisi di atas, Kami akan berikhtiar melawan pemberlakuan Kepgub 713/2021, melalui upaya-upaya persuasif secara politik kepada pengambil kebijakan," katanya.

"Secara hukum, upaya melayangkan surat keberatan merupakan langkah awal untuk menggugat keputusan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara," tandas Dadih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com