Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pajak Air Naik 1.000 Persen Lebih, PDAM Tasikmalaya Gugat Gubernur Jabar

Hal itu tentu saja akan berdampak pada kenaikan tarif air yang akan dibebankan kepada masyarakat dan akan menyebabkan warga enggan berlangganan air minum.

Keputusan tersebut membuat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di daerah meradang dan mengancam akan menggugat Gubernur Jabar. Salah satunya adalah PDAM Tirta Sukapura Tasikmalaya.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PDAM Titra Sukapura Dadih Abdulhadi kepada Kompas.com via sambungan WhatsApp, Minggu (19/12/2021) menjelaskan, awalnya Harga Dasar Air berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 29 Tahun 2002 adalah Rp 100/m3, sehingga kewajiban PDAM sebesar Rp 139.381.920/tahun.

Kemudian pada 3 September 2020, terbitlah Keputusan Gubernur Nomor 610/Kep.504-DSDA/2020 tentang Penghitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan yang menetapkan Harga Dasar Air (HDA) menjadi Rp 985/m3, sehingga kewajiban PDAM melonjak menjadi Rp 1.361.573.630 per tahun.

"Kenaikan fantastis sekitar 845 persen," kata Dadih.

Atas kenaikan tersebut, lanjut Dadih, pihaknya bersama DPD PERPAMSI Jawa Barat, pada 5 Mei 2021, menghadap Gubernur Jabar Ridwan Kamil untuk menyampaikan keberatan atas kenaikan Harga Dasar Air tersebut.

Lalu pada 30 Juli 2021 terbit Keputusan Gubernur No.610/Kep.419-DSDA/2021 tentang Penundaan Pemberlakuan Keputusan Gubernur No.610/Kep.504-DSDA/2020.

"Penundaan setengah hati, sebab terhitung Januari-Juli 2021 tetap wajib bayar pajak dengan HDA Rp 985/m3 berdasarkan Kepgub 504/2020, dan terhitung 1 Agustus membayar pajak dengan HDA Rp 100/m3 berdasarkan Kepgub 29/2002," urainya.

Kemudian pada 19 November 2021 Gubernur Jawa Barat menerbitkan Keputusan Gubernur No. 610/Kep.713-DSDA/2021 tentang Harga Dasar Air yang Digunakan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang Memberikan Pelayanan Publik.

Berdasarkan Kepgub tersebut kewajiban Pajak perusahaan menjadi Rp 1.755.920.332/tahun. Kenaikan fantastis sekitar 1.196 persen dibanding HDA berdasarkan Kepgub 29/2002.

Kemudian jika mengacu pada Nota Dinas dari Dinas SDA Jawa Barat, Kepgub tersebut diberlakukan surut sejak 1 Agustus 2021. Sehingga, menurut Dadih, Kepgub 419/2021 tentang Penundaan seolah-olah tidak pernah ada.

"Berdasarkan fakta hukum di atas, kami sudah mengirim surat ke Gubernur via e mail pada 17 Desember 2021 tentang keberatan dan penolakan pemberlakuan Kepgub 713/2021," katanya.

Alasan penolakan

Dadih mengatakan, pihaknya menolak Keputusan Gubernur Nomor 713/2021. Alasannya, pertama, secara filosofis keputusan tersebut tidak memenuhi prinsip keadilan, karena tidak memperhitungkan kondisi dan kemampuan bayar wajib pajak (ability to pay).

Selain membebani perusahaan, kata Dadih, keputusan tersebut akan menimbulkan dampak terhadap pemenuhan hak asasi warga atas air/pelayanan air bersih/air minum, karena kenaikan pajak air akan dibebankan kepada pelanggan sehingga tarif air menjadi semakin mahal.

"Pada akhirnya, warga makin enggan untuk berlangganan air bersih atau air minum," bebernya.

Alasan penolakan kedua terkait masalah yuridis. Dadih mengatakan, secara formal, pembentukan peraturan perundang-undangan proses penetapan Keputusan Gubernur 713/2021 tidak mendengarkan aspirasi wajib pajak.

Ia mengatakan, pertemuan dengan Gubernur Jabar pada 5 Mei 2021 dan Webinar pada 5 Oktober 2021, tidak berpengaruh sama sekali.

Dadih menuding Dinas Sumber Daya Air menutup mata dan telinga dari keberatan wajib pajak.

Sebab, secara materiil, Kepgub 713/2021 mengacu kepada Kepgub No 29 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perhitungan Harga Dasar Air Sebagai Dasar Penetapan Nilai Perolehan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

Sedangkan Kepgub No 29 Tahun 2002 sudah dicabut sehingga Kepgub 713/2021 tidak memiliki landasan hukum lebih tinggi.

Selain itu, keputusan tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 15 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penghitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan.

Alasan ketiga, secara sosiologis, ada perlakuan yang diskriminatif terhadap wajib pajak. Pada satu sisi, Pemerintah Provinsi Jabar memberikan keringanan terhadap wajib pajak pemilik kendaraan, yang menimbulkan kemacetan dan polusi, namun pada saat bersamaan membebani wajib pajak yang mengurusi pelayanan publik pemenuhan hak asasi atas air.

Kemudian alasan keempat, secara ekonomis keputusan tersebut jelas membebani keuangan perusahaan yang sedang mengalami kesulitan akibat pandemi Covid-19.
Kewajiban membayar pajak menjadi Rp 1.755.920.332/tahun menguras hampir separuh laba perusahaan.

"Atas kondisi di atas, Kami akan berikhtiar melawan pemberlakuan Kepgub 713/2021, melalui upaya-upaya persuasif secara politik kepada pengambil kebijakan," katanya.

"Secara hukum, upaya melayangkan surat keberatan merupakan langkah awal untuk menggugat keputusan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara," tandas Dadih.

https://www.kompas.com/wiken/read/2021/12/19/094505981/pajak-air-naik-1000-persen-lebih-pdam-tasikmalaya-gugat-gubernur-jabar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke