Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nomor Hotline Aduan Kekerasan Pada Perempuan dan Anak

Kompas.com - 11/12/2021, 14:35 WIB
Maulana Ramadhan

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa waktu terakhir, publik dihebohkan dengan kasus-kasus kejahatan seksual dan kekerasan terhadap perempuan. Beberapa korban di antaranya bahkan masih berada dalam kondisi di bawah umur.

Perempuan dan juga anak, harus diakui masih rentan menjadi korban kekerasan.

Salah satu upaya untuk mengurangi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyediakan saluran komunikasi untuk pelaporan tindak kekerasan pada anak dan perempuan.

Masyarakat yang melihat tindakan kekerasan pada perempuan dan anak bisa segera melaporkannya melalui kontak SAPA 129.

Baca juga: Melihat Kekerasan pada Perempuan dan Anak? Segera Lapor ke Sini!

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, mengatakan, setiap orang bisa melaporkan tindak kekerasan pada anak dan perempuan dengan menelepon ke nomor 129 atau nomor WhatsApp layanan pengaduan SAPA 129 di 08111129129.

"Telepon ke 129 atau WhatsApp di nomor 08111129129," ujar Nahar saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (4/12/2021).

Selain itu, layanan SAPA 129 juga dapat diakses melalui surat, aplikasi S4PN Lapor, dan pengaduan langsung.

Nahar menjelaskan, layanan yang diberikan SAPA 129, antara lain:

  • Penerimaan aduan
  • Pengelolaan kasus
  • Penjangkauan korban
  • Pendampingan korban
  • Mediasi Penempatan korban di rumah aman

Layanan ini bersifat rahasia dan tidak dipungut biaya apa pun. Pentingnya melaporkan tindak kekerasan pada perempuan dan anak.

Pentingnya melaporkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak

Nahar menuturkan, apabila mengetahui adanya tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak namun tidak melaporkannya kepada pihak berwenang, sama saja dengan membiarkannya.

"Jika mengetahui dan tidak melapor, sama artinya dengan 'membiarkan' dan tidak menolong perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan," ujar Nahar.

Selain itu, Nahar juga mengimbau kepada masyarakat untuk didampingi oleh lembaga/dinas dalam melaporkan peristiwa kekerasan.

"Jika bukan dari orang atau lembaga perlindungan anak, sebaiknya saat melapor didampingi oleh lembaga/dinas yang menyelenggarakan perlindungan perempuan dan anak," jelasnya.

Lebih lanjut ia menambahkan, dengan adanya pendampingan tersebut, korban dapat melapor dan tetap diberikan perlindungan.

Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

Pendampingan kepada korban akan dilakukan oleh instansi dan pihak-pihak berikut ini:

  • Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA)
  • Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
  • Lembaga Perlindungan Anak (LPA)
  • Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
  • Pekerja Sosial
  • Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)
  • Aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Korban juga bisa didampingi oleh lembaga masyarakat yang bertugas mendampingi anak.

Darurat kekerasan seksual

Kekerasan dan kejahatan seksual yang dialami perempuan dan anak masih kerap terjadi. Salah satu kasus yang menghebohkan masyarakat adalah perkosaan 12 santriwati oleh guru pesantren di Bandung, yang terungkap ke publik awal pekan ini.

Menurut Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, diperlukan adanya Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Berbasis Agama.

Ia menambahkan, saat ini telah terjadi darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan. Karena itu, upaya pencegahan yang bisa dilakukan, menurutnya, adalah penerbitan PMA tersebut.

“Kita tengah mengalami darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan. Lahirnya PMA menjadi bukti negara tidak melakukan pembiaran," kata Satriwan kepada Kompas.com, Jumat (10/12/2021).

Baca juga: Kita Tengah Mengalami Darurat Kekerasan Seksual...

PMA tersebut kata dia, dapat digunakan untuk mengatur madrasah, pesantren, seminari, pasraman, dan dhammasekha, serta lembaga pendidikan berbasis agama lainnya.

"Regulasi PMA sangat urgen dibuat, mengingat angka kekerasan seksual di satuan pendidikan agama cukup tinggi, P2G menilai Gus Menteri (red-Menteri Agama) akan cepat tanggap dengan aspirasi ini," ujar Satriwan.

Menurut Satriwan, melalui PMA, negara bertanggung jawab mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di satuan pendidikan agama.

Dengan demikian, madrasah, pesantren, seminari, dan guru pengasuh dibekali pemahaman serta keterampilan bagaimana cara mencegah dan menanggulangi jika kekerasan terjadi.

(Sumber:Kompas.com/Retia Kartika Dewi, Nur Fitriatus Shalihah | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com