Perempuan dan juga anak, harus diakui masih rentan menjadi korban kekerasan.
Salah satu upaya untuk mengurangi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyediakan saluran komunikasi untuk pelaporan tindak kekerasan pada anak dan perempuan.
Masyarakat yang melihat tindakan kekerasan pada perempuan dan anak bisa segera melaporkannya melalui kontak SAPA 129.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, mengatakan, setiap orang bisa melaporkan tindak kekerasan pada anak dan perempuan dengan menelepon ke nomor 129 atau nomor WhatsApp layanan pengaduan SAPA 129 di 08111129129.
"Telepon ke 129 atau WhatsApp di nomor 08111129129," ujar Nahar saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (4/12/2021).
Selain itu, layanan SAPA 129 juga dapat diakses melalui surat, aplikasi S4PN Lapor, dan pengaduan langsung.
Nahar menjelaskan, layanan yang diberikan SAPA 129, antara lain:
Layanan ini bersifat rahasia dan tidak dipungut biaya apa pun. Pentingnya melaporkan tindak kekerasan pada perempuan dan anak.
Pentingnya melaporkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak
Nahar menuturkan, apabila mengetahui adanya tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak namun tidak melaporkannya kepada pihak berwenang, sama saja dengan membiarkannya.
"Jika mengetahui dan tidak melapor, sama artinya dengan 'membiarkan' dan tidak menolong perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan," ujar Nahar.
Selain itu, Nahar juga mengimbau kepada masyarakat untuk didampingi oleh lembaga/dinas dalam melaporkan peristiwa kekerasan.
"Jika bukan dari orang atau lembaga perlindungan anak, sebaiknya saat melapor didampingi oleh lembaga/dinas yang menyelenggarakan perlindungan perempuan dan anak," jelasnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, dengan adanya pendampingan tersebut, korban dapat melapor dan tetap diberikan perlindungan.
Pendampingan kepada korban akan dilakukan oleh instansi dan pihak-pihak berikut ini:
Darurat kekerasan seksual
Kekerasan dan kejahatan seksual yang dialami perempuan dan anak masih kerap terjadi. Salah satu kasus yang menghebohkan masyarakat adalah perkosaan 12 santriwati oleh guru pesantren di Bandung, yang terungkap ke publik awal pekan ini.
Menurut Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, diperlukan adanya Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Berbasis Agama.
Ia menambahkan, saat ini telah terjadi darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan. Karena itu, upaya pencegahan yang bisa dilakukan, menurutnya, adalah penerbitan PMA tersebut.
“Kita tengah mengalami darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan. Lahirnya PMA menjadi bukti negara tidak melakukan pembiaran," kata Satriwan kepada Kompas.com, Jumat (10/12/2021).
PMA tersebut kata dia, dapat digunakan untuk mengatur madrasah, pesantren, seminari, pasraman, dan dhammasekha, serta lembaga pendidikan berbasis agama lainnya.
"Regulasi PMA sangat urgen dibuat, mengingat angka kekerasan seksual di satuan pendidikan agama cukup tinggi, P2G menilai Gus Menteri (red-Menteri Agama) akan cepat tanggap dengan aspirasi ini," ujar Satriwan.
Menurut Satriwan, melalui PMA, negara bertanggung jawab mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di satuan pendidikan agama.
Dengan demikian, madrasah, pesantren, seminari, dan guru pengasuh dibekali pemahaman serta keterampilan bagaimana cara mencegah dan menanggulangi jika kekerasan terjadi.
(Sumber:Kompas.com/Retia Kartika Dewi, Nur Fitriatus Shalihah | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary)
https://www.kompas.com/wiken/read/2021/12/11/143500681/nomor-hotline-aduan-kekerasan-pada-perempuan-dan-anak