Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China "Gunting" Jepang Saat Lobi Kereta Cepat, Kini Dana Membengkak dan Bunga Lebih Tinggi

Kompas.com - 30/10/2021, 16:46 WIB
Farid Assifa

Penulis

"Saya telah menyatakan penyesalan saya karena dua alasan," kata Tanizaki memulai pembicaraan di hadapan wartawan yang mengerubunginya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Pertama, pihak Jepang menyesal lantaran dana yang sudah dikucurkan untuk studi kelayakan high speed rail (HSR) rute Jakarta-Bandung sangat besar.

Studi kelayakan HSR dikerjakan selama tiga tahun dan melibatkan pakar teknologi Jepang yang bermitra dengan Indonesia.

Kedua, Tanizaki menuturkan teknologi yang ditawarkan Jepang merupakan teknologi terbaik dan memiliki standar keamanan tinggi.

"Tapi keputusan ini sudah dibuat pemerintah Indonesia dan kami menghormatinya, karena ini bukan keputusan yang mudah. Saya akan langsung menyampaikannya ke Tokyo," pungkas Tanizaki

Alasan proposal Jepang ditolak

Di penghujung tahun 2015, pemerintah Indonesia mantap menolak Jepang ikut andil dalam pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Absennya Jepang dalam pengembangan megaproyek itu karena Negeri Sakura tidak bisa memenuhi syarat yang dimintakan pemerintah agar bentuk kerja sama diarahkan pada business to business, bukan antar pemerintahan.

"Kalau Jepang kan memang dari awal maunya G to G tapi jadinya B to B, di situ Jepang nggak bisa ikut dalam pengadaan Kereta Jakarta Bandung," ujar Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki (kini Menkop UKM) pada 29 September 2015.

Andil Rini Soemarno Belakangan usai secara resmi menolak proposal Jepang, pemerintah Indonesia mengumumkan kerja sama dengan China dalam pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno menyebut pemerintah Indonesia menerima China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN dan jaminan pemerintah.

Sebaliknya, Jepang melalui JICA meminta pemerintah Indonesia untuk menjamin proyek tersebut. Karena menurut Jepang, pengerjaan kereta cepat sulit apabila menggunakan skema murni business to business.

"Begini soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi B to B karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini Soemarno kala itu.

Karena itu pula kata dia, Kementerian BUMN melakukan pendalaman kepada BUMN China. Lalu, akhirnya disepakti untuk membuat joint venture agreement.

"Yang diputuskan juga adalah ini konsorsium dari BUMN (dikerjakan BUMN tanpa APBN)," kata Rini Soemarno.

Adapun BUMN yang terlibat dalam konsorsium proyek kereta cepat meliputi PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga, PT Kereta Api Indonesia, serta PT Perkebunan Nusantara VIII.

Baca juga: Ini Alasan Jokowi Dulu Pilih China dan Tolak Jepang Garap Kereta Cepat

 

Sementara China juga membentuk konsorsium demi proyek yang akan menelan dana puluhan triliun itu.

Tutur Rini, China Railway Corporation (CFC) akan memimpin konsorsium BUMN Tiongkok itu.

"Skema pembiayaan kan sudah jelas. Mereka sudah tawarkan 40 tahun (tenor) dari CDB (China Development Bank), 10 tahun grace period, 30 tahun pengembalian, bunga 2 persen. Ini 2 persen fixed untuk 40 tahun untuk komponen dollar," kata dia.

Tawaran China lainnya yang tidak dimiliki Jepang, yakni Beijing terbuka soal teknologi kepada Indonesia. (Sumber: Kompas.com/ Penulis: Muhammad Idris | Editor: Muhammad Idris)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com