Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China "Gunting" Jepang Saat Lobi Kereta Cepat, Kini Dana Membengkak dan Bunga Lebih Tinggi

Kompas.com - 30/10/2021, 16:46 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Jepang kecewa terhadap Indonesia atas proyek kereta cepat Jakarta Bandung.

Sebab, saat Negeri Sakura itu tengah lobi investasi megaproyek itu, tiba-tiba digunting oleh China pada 2015 silam.

Ironisnya, Indonesia lebih memilih China meski bunganya lebih tinggi dibanding Jepang.

Apalagi, Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung itu awalnya merupakan inisasi dari Jepang.

Negara tersebut menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Jokowi melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).

Bahkan, JICA rela mengeluarkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS untuk mendanai studi kelayakan sejak 2014.

Berdasarkan hitungan Jepang, investasi kereta cepat mencapi 6,2 miliar dolla AS. Sebanyak 75 persen di antaranya dibiayai Jepang berupa pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 0,1 persen per tahun.

Baca juga: Kala Jepang Menyesal dan Kecewa pada Indonesia Gara-gara Kereta Cepat

Namun belakangan di tengah lobi Jepang, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama.

Salah satu pendukung China untuk menggarap megaproyek itu adalah Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno.

Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan memilih China meski bunga pinjmana yang ditawarkan lebih tinggi daripada proposal Jepang.

Alasan utama memilih China karena negara tersebut berjanji pembangunan proyek tersebut tidak menggunakan APBN. Pembiayannya akan menggunakan skema murni business to business (B to B) antar BUMN kedua negara.

Namun kenyataannya, setelah China memenangkan proyek tersebut, nilai investasi proyek kereta cepat ini membengkak dari estimasi sebelumnya. Dari Rp 86,5 triliun menjadi Rp 114 triliun. Pemerintah pun akan menutup kekurangannya melalui dana APBN. Padahal sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa proyek tersebut tidak akan mengambil dari APBN.

Jepang kecewa

Jepang kecewa dan menyesal Jika menilik ke belakang, polemik Kereta Cepat Jakarta Bandung sempat membuat hubungan Indonesia-Jepang merenggang.

Terlebih setelah Tokyo mengetahui kalau pemerintah Jokowi lalu berpaling ke China dalam proyek itu.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 4 September 2015, Duta Besar Jepang untuk Indonesia saat itu, Yasuaki Tanizaki, sempat meluapkan kekecewaan dan penyesalan pemerintahnya kepada Indonesia.

"Saya telah menyatakan penyesalan saya karena dua alasan," kata Tanizaki memulai pembicaraan di hadapan wartawan yang mengerubunginya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Pertama, pihak Jepang menyesal lantaran dana yang sudah dikucurkan untuk studi kelayakan high speed rail (HSR) rute Jakarta-Bandung sangat besar.

Studi kelayakan HSR dikerjakan selama tiga tahun dan melibatkan pakar teknologi Jepang yang bermitra dengan Indonesia.

Kedua, Tanizaki menuturkan teknologi yang ditawarkan Jepang merupakan teknologi terbaik dan memiliki standar keamanan tinggi.

"Tapi keputusan ini sudah dibuat pemerintah Indonesia dan kami menghormatinya, karena ini bukan keputusan yang mudah. Saya akan langsung menyampaikannya ke Tokyo," pungkas Tanizaki

Alasan proposal Jepang ditolak

Di penghujung tahun 2015, pemerintah Indonesia mantap menolak Jepang ikut andil dalam pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Absennya Jepang dalam pengembangan megaproyek itu karena Negeri Sakura tidak bisa memenuhi syarat yang dimintakan pemerintah agar bentuk kerja sama diarahkan pada business to business, bukan antar pemerintahan.

"Kalau Jepang kan memang dari awal maunya G to G tapi jadinya B to B, di situ Jepang nggak bisa ikut dalam pengadaan Kereta Jakarta Bandung," ujar Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki (kini Menkop UKM) pada 29 September 2015.

Andil Rini Soemarno Belakangan usai secara resmi menolak proposal Jepang, pemerintah Indonesia mengumumkan kerja sama dengan China dalam pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno menyebut pemerintah Indonesia menerima China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN dan jaminan pemerintah.

Sebaliknya, Jepang melalui JICA meminta pemerintah Indonesia untuk menjamin proyek tersebut. Karena menurut Jepang, pengerjaan kereta cepat sulit apabila menggunakan skema murni business to business.

"Begini soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi B to B karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini Soemarno kala itu.

Karena itu pula kata dia, Kementerian BUMN melakukan pendalaman kepada BUMN China. Lalu, akhirnya disepakti untuk membuat joint venture agreement.

"Yang diputuskan juga adalah ini konsorsium dari BUMN (dikerjakan BUMN tanpa APBN)," kata Rini Soemarno.

Adapun BUMN yang terlibat dalam konsorsium proyek kereta cepat meliputi PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga, PT Kereta Api Indonesia, serta PT Perkebunan Nusantara VIII.

Baca juga: Ini Alasan Jokowi Dulu Pilih China dan Tolak Jepang Garap Kereta Cepat

 

Sementara China juga membentuk konsorsium demi proyek yang akan menelan dana puluhan triliun itu.

Tutur Rini, China Railway Corporation (CFC) akan memimpin konsorsium BUMN Tiongkok itu.

"Skema pembiayaan kan sudah jelas. Mereka sudah tawarkan 40 tahun (tenor) dari CDB (China Development Bank), 10 tahun grace period, 30 tahun pengembalian, bunga 2 persen. Ini 2 persen fixed untuk 40 tahun untuk komponen dollar," kata dia.

Tawaran China lainnya yang tidak dimiliki Jepang, yakni Beijing terbuka soal teknologi kepada Indonesia. (Sumber: Kompas.com/ Penulis: Muhammad Idris | Editor: Muhammad Idris)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com