Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ketua GP Ansor: Jokowi Tahu Mana Menteri yang Bisa Kerja, Mana yang Tidak

KOMPAS.com - Dua Menteri Kabinet Indonesia Maju dituding terlibat dalam bisnis penjualan tes polymerase chain reaction (PCR).

Kedua menteri yang dimaksud yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Sebagaimana diberitakan KOMPAS.com pada Sabtu (6/11/2021), Luhut dan Erick dikaitkan dengan kepemilikan saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (PT GSI).

PT GSI adalah salah satu perusahaan besar yang berbisnis dalam bidang penyediaan tes PCR dan antigen.

PT GSI didirikan tak lama setelah pandemi Covid-19 merebak di dunia, termasuk Indonesia. Sejumlah pengusaha kelas atas disebut ikut mendirikan perusahaan tersebut.

Respons masyarakat

Dugaan keterlibatan Luhut dan Erick dalam pusaran bisnis tes PCR pun menuai pro-kontra di tengah publik.

Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) melaporkan Luhut dan Erick ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tuduhan keterlibatan pejabat negara dalam bisnis PCR.

Tak hanya itu, sebagian masyarakat pun menumpahkan kekecewaannya melalui media sosial terhadap para pejabat negara yang diduga ikut berbisnis tes PCR.

Sementara itu, Ketua Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), Rahmat Hidayat Pulungan mencoba melihat dari sudut pandang yang lain.

Menurut Rahmat, pemerintah telah bekerja keras dalam mengatasi pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir, terutama dalam mengatasi krisis ketersediaan PCR.

Bahkan, Rahmat mengatakan, Presiden Jokowi menegur keras menteri yang kinerjanya lamban dan tak serius dalam menangani pandemi Covid 19 di Tanah Air.

"Seharusnya kinerja seperti itu mendapatkan apresiasi, bukan malah 'digebukin' dengan framing pemberitaan," ujar Rahmat.

Rahmat menambahkan, para menteri dengan latar belakang pengusaha tersebut justru menggerakkan jejaring bisnisnya untuk membantu pemerintah.

"Jadi framing yang dibangun di media sosial tentang para menteri terlibat bisnis PCR melalui jaringan bisnisnya ya salah," kata Rahmat kepada Kompas.com melalui sambungan WhatsApp, Kamis (4/11/2021).

"Fakta historisnya malah mereka yang terlibat membantu negara saat awal krisis covid," imbuhnya.

Ketua GP Ansor itu mengatakan, masyarakat seharusnya menghormati dan berempati kepada para menteri yang bekerja "jungkir balik" untuk mengendalikan Covid-19.

"Kasihan mereka sudah memberikan energinya untuk bangsa ini masih terus difitnah dan dizalimi," ujarnya.

Selain itu, menurut Rahmat, masyarakat pun perlu melihat dari perspektif yang berbeda dalam menilai kebijakan pemerintah selama pandemi yang dianggap berubah-ubah, tambal sulam, dan membingungkan.

"Kita menghadapi masalah Covid yang belum ada di kamus, tidak ada referensinya, jadi harus hati-hati dan berani," katanya.

Bahkan, Rahmat mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki banyak menteri dengan latar belakang pengusaha. Hal itu justru menjadi salah satu kekuatan kabinetnya.

"Jadi ketika krisis seperti tahun lalu, para menteri ini menggunakan kekuatan dan networking bisnisnya untuk terlibat membantu krisis," ungkapnya.

Rahmat menekankan, Presiden Jokowi telah memiliki pengalaman selama tujuh tahun sebagai pemimpin negara sehingga pasti tahu soal kualitas menteri di kabinetnya.

"Pak Jokowi ini sudah masuk tahun ketujuh menjadi presiden. Jadi tidak usah ditekan atau diajarin, beliau sudah paham mana menteri yang bisa kerja, mana yang tidak, mana yang memperkaya diri sendiri, mana yang betul berjuang,” tegasnya.

Rahmat menilai, Presiden Jokowi adalah sosok yang tegas dan pekerja keras sehingga para menterinya pun pasti bekerja keras dan cepat.

"Bangsa Indonesia ini masih punya sifat pemalu, jadi kalau pimpinannya kerjanya serius, pasti anak buahnya malu kalau pada malas. Saya yakin mereka yang kerja dengan Pak Jokowi kalau niatnya tidak ikhlas pasti sudah stres dan kabur," pungkasnya.

Bantahan Luhut dan Erick

Sementara itu, juru bicara Menko Marves, Jodi Mahardi membantah keterlibatan Luhut mencari keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankannya melalui PT GSI.

"Sampai saat ini, tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham," kata Jodi.

Jodi mengungkapkan bahwa Luhut hanya memiliki saham kurang dari 10 persen di Toba Bumi Energi, anak perusahaan Toba Bara Sejahtera, salah satu dari 9 pemegang saham di PT GSI.

Jodi menjelaskan, Luhut turut mendirikan PT GSI bukan untuk mengejar keuntungan pribadi, melainkan demi tujuan sosial.

Bantahan pun disampaikan Erick Thohir melalui Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga.

Arya membantah Erick Thohir terlibat dalam bisnis tes PCR. Dia menuding isu tersebut bersifat tendensius.

Sebab, kata Arya, PT GSI, perusahaan penyedia tes Covid-19 yang dihubungan dengan Erick Thohir itu hingga kini baru melakukan 700.000 tes PCR.

Angka itu hanya sekitar 2,5 persen dari total tes PCR di Indonesia yang telah mencapai 28,4 juta.

"Jadi kalau dikatakan bermain, kan lucu ya, 2,5 persen gitu. Kalau mencapai 30 persen atau 50 persen itu oke lah bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main. Tapi hanya 2,5 persen," ujar Arya.

(Penulis: Farid Assifa)

Sumber: KOMPAS.com

https://www.kompas.com/wiken/read/2021/11/07/071500881/ketua-gp-ansor--jokowi-tahu-mana-menteri-yang-bisa-kerja-mana-yang-tidak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke