Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tantan Hermansah
Dosen

Pengajar Sosiologi Perkotaan UIN Jakarta

Rindu Mudik dan Transformasi Identitas Sosial Budaya

Kompas.com - 11/04/2024, 11:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bagi mereka, mudik tidak lagi terikat pada destinasi primordial karena konsep 'rumah' telah berubah menjadi lebih inklusif dan tidak terikat geografis.

Perjalanan mereka mencerminkan pencarian identitas dalam kerangka global, di mana pengalaman-pengalaman baru menjadi tambang pembentukan diri yang terus menerus.

Ini adalah fenomena yang menandai pergeseran dari ikatan-ikatan primordial menuju pembentukan identitas yang fluid dan terbuka terhadap pengaruh global.

Mereka ini merupakan entitas “perindu mudik”, namun memiliki keterbatasan budaya dan primordial.

Maka alih-alih melakukan “pelarian” dari kekurangan tersebut, yang mereka lakukan justru mengarunginya dengan cerdas. Sehingga kelompok ini bisa sama-sama mendapatkan “vibes” mudik, namun dengan destinasi yang berbeda dengan kelompok pertama.

Seorang mudikers kelompok kedua ini menuturkan bahwa mereka yang menempuh perjalanan dan memanfaatkan destinasinya seperti hotel atau kawasan wisata lainnya, sesungguhnya cukup banyak. Hal ini dibuktikan dengan tingkat hunian hotel yang rata-rata penuh atau hampir penuh.

Namun tentu saja, hal ini perlu ditelisik lebih jauh, sebab terdapat kelompok pemudik ketiga seperti yang akan dijelaskan berikut.

Ketiga, kelompok pemudik singkat. Mereka yang mudik karena alasan praktis seperti ketiadaan asisten rumah tangga—karena pada mudik—sehingga daripada harus ribet mengurus rumah tangga lebih baik melakukan “eksodus” ke hotel-hotel tertentu.

Kepraktisan tinggal di hotel karena mudiknya para asisten rumah tangga ini, telah menawarkan perspektif lain dari pergeseran makna mudik.

Mereka, meskipun mungkin tidak mencari identitas atau pengalaman baru, tetap mengikuti ritus mudik sebagai respons terhadap dinamika kehidupan sosial modern yang menuntut keluwesan dan adaptasi.

Ini mencerminkan bagaimana tradisi dapat bertransformasi dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan sosial yang berubah.

Mudik sebagai ruang sosial

Dalam memahami fenomena mudik dari perspektif sosiologis, kita dihadapkan pada realitas bahwa motivasi mudik telah berevolusi melewati batas-batas kerinduan primordial.

Sekarang, mudik juga menjadi medium bagi individu untuk mengeksplorasi dan menegosiasikan identitas dalam konteks yang lebih luas.

Fenomena pemudik telah mencerminkan perubahan dalam struktur sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia.

Perubahan ini tidak hanya menunjukkan bagaimana individu beradaptasi dengan kondisi global, tetapi juga bagaimana tradisi lokal seperti mudik terus relevan dan bertransformasi dalam masyarakat yang terus bergerak dan berubah.

Maka sudah sewajarnya jika pemerintah mengandilkan diri dalam peristiwa ini seperti melakukan perbaikan dan peningkatan sarana pemudik seperti jalan, rest area, maupun destinasi-destinasi para pemudik.

Sebab mudik bukan lagi peristiwa sekelompok orang, namun telah menjadi peristiwa tahunan Bangsa Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com