Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Tornado Tak Mungkin Terjadi di Indonesia?

Kompas.com - 24/02/2024, 07:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Angin kencang melanda Kabupaten Bandung dan Sumedang, Jawa Barat pada Rabu (21/2/2024).

Meski disebut mirip tornado, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menolak klaim fenomena itu sebagai tornado.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengungkapkan, fenomena angin kencang yang merusak ratusan rumah di Bandung dan sekitarnya merupakan puting beliung.

”Fenomena yang terjadi di Rancaekek (Bandung) kemarin adalah puting beliung, bukan tornado sebagaimana biasa terjadi di Amerika Serikat,” katanya saat dihubungi Kompas.com (23/2/2024).

Berdasarkan pantauan BMKG, puting beliung di Bandung dan Sumedang itu memiliki kecepatan 36.8 km per jam, jauh di bawah kecepatan tornado yang mencapai minimal 70 km per jam.

Lantas, bisakah tornado melanda Indonesia?

Baca juga: BMKG Bantah Angin Kencang di Rancaekek dan Jatinangor Tornado


Tornado di Indonesia

Guswanto menjelaskan, putaran tornado biasanya terjadi di permukaan Bumi dengan titik astronomis lintang menengah atau lintang sedang.

Wilayah di permukaan Bumi yang masuk lintang menengah berada di antara titk 23°26'22" dan 66°33'39" utara, serta 23°26'22" dan 66°33'39" selatan.

"Lintang menengah itu subtropis, seperti Amerika Serikat atau Kanada," ujarnya.

Sementara Indonesia berada pada letak astronomis 6° LU-11° LS dan 95° BT-141° BT. Titik ini masuk kategori wilayah lintang rendah yakni berada di antara 23,5 LU-23,5 LS.

Guswanto mengungkapkan, tornado jarang terjadi di Tanah Air karena ada gaya coriolis lemah muncul pada garis ekuator yang melewati wilayah kepulauan Indonesia.

Baca juga: Tips Aman Berlindung Saat Puting Beliung, Apa yang Harus Dilakukan?

Gaya coriolis merupakan gaya pada rotasi Bumi yang selalu membelokkan embusan angin saat mendekati ekuator. Angin akan dibelokkan ke kanan di belahan Bumi utara dan angin dibelokkan ke kiri di belahan Bumi selatan.

"Kalau lintangnya nol (lintang rendah), maka hasilnya (angin) menjadi nol (tidak ada)," lanjut dia.

"Karena itu, kenapa tornado jarang terbentuk (di Indonesia), terbentuknya kecil-kecil di daerah kita," tegasnya.

Menurutnya, angin yang berembus ke garis ekuator akan dibelokkan ke kanan atau kiri oleh gaya coriolis. Pembelokan ini membuat kecepatan angin berkurang.

Akibatnya, angin tidak akan berembus kencang hingga menimbulkan perputaran udara sangat kencang yang masuk kategori tornado.

Baca juga: Beda Puting Beliung dan Tornado, Kenali Tanda-tanda Kemunculannya

Tornado terbentuk di AS

Sebaliknya, Guswanto mengungkapkan, tornado terbentuk di Amerika Serikat dan sekitarnya karena ada gaya coriolis yang semakin besar di wilayah lintang menengah.

"Semakin gede (gaya coriolis) maka semakin hidup (anginnya)," tegas dia.

"Kalau lintang menengah semakin ada nilainya, gaya coriolis muncul. Kalau (garis) lintang semakin mendekati nol, gaya coriolis semakin rendah," terang Guswanto.

Terkait potensi kemunculan tornado di Indonesia, dia menjelaskan bahwa angin kencang yang terjadi perlu diukur sesuai dengan ciri fenomenanya.

Jika putaran angin kencang yang muncul di Indonesia memiliki kecepatan minimal 70 km per jam maka baru bisa disebut tornado.

Selain itu, tornado terjadi di wilayah yang lebih luas. Sementara puting beliung wilayahnya hanya berkisar 5-10 km. Efek dari tornado pun lebih parah dari pada puting beliung.

Baca juga: Saat Dua Peneliti BRIN Beda Pendapat soal Angin Kencang di Bandung dan Sumedang...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com