KOMPAS.com - Secara umum, manusia memiliki empat jenis golongan darah, yaitu A, B, O, dan AB.
Dilansir dari laman Kemenkes, saat ini golongan darah yang paling banyak dimiliki di dunia adalah golongan darah O.
Di antara empat golongan darah tersebut, AB menjadi yang paling langka.
Bahkan, hanya ada sekitar 3 juta orang dari 274 juta orang yang memiliki golongan darah AB di Indonesia.
Lantas, mengapa manusia memiliki empat golongan darah yang berbeda?
Baca juga: Penemuan Golongan Darah Superlangka Subtipe P, Pertama Kali di Dunia
Masing-masing golongan darah ditentukan berdasarkan antigen yang ada pada permukaan sel darah merah.
Golongan darah A mempunyai antigen A pada sel darah merahnya, B mempunyai antigen B, AB mempunyai keduanya, dan O tidak mempunyai keduanya.
Direktur medis bank darah Minnesota University, Claudia Cohn menjelaskan kondisi ini.
“Data ini menunjukkan bahwa penyebab utama kita memiliki golongan darah yang berbeda adalah karena malaria,” kata Cohn, dikutip dari Live Science.
Lebih lanjut, Cohn menjelaskan, penempatan peta lokasi parasit malaria dan golongan darah O hasilnya sangat mirip.
Sebagai informasi, malaria memiliki angka kematian yang tinggi dan telah menewaskan 627.000 orang di seluruh dunia pada tahun 2020.
Baca juga: Mengenal Golden Blood, Golongan Darah Paling Langka yang Hanya Dimiliki 43 Orang di Dunia
Pada orang yang membawa parasit penyebab malaria, sel darah merah yang terinfeksi menumpuk di pembuluh darah kecil.
Kondisi ini nantinya akan menghalangi darah dan oksigen yang dibawanya ke otak.
Meskipun demikian, pemilik golongan darah O mempunyai perlindungan yang signifikan terhadap malaria.
Sebuah studi tahun 2007 di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, menemukan bahwa orang dengan golongan darah O punya kemungkinan 66 persen lebih rendah terkena malaria parah dibandingkan orang dengan golongan darah lain.
Hal ini sebagian disebabkan oleh parasit malaria yang membuat sel darah merah yang terinfeksi mengekspresikan protein di permukaannya yang disebut RIFIN.
RIFIN nantinya akan bertindak seperti lem dan membuat sel darah merah yang tidak terinfeksi menumpuk di sekitar sel darah merah yang terinfeksi.
Ada cukup banyak bukti mengapa populasi yang berevolusi di daerah rawan malaria memiliki golongan darah O.
Baca juga: Benarkah Suami-Istri Perlu Memiliki Rhesus Golongan Darah yang Sama agar Bisa Hamil?
Pada tahun 1900, Karl Landsteiner dari Universitas Wina meneliti proses transfusi darah pada manusia, dilansir National Library of Medicine.
Dari penelitian ini, Landsteiner menemukan alasan beberapa transfusi darah berhasil sementara yang lain bisa berakibat fatal.
Ia menemukan sistem golongan darah ABO dengan mencampurkan sel darah merah dan serum setiap stafnya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa serum beberapa orang mengaglutinasi sel darah merah orang lain.
Dari eksperimen awal ini, Landsteiner mengidentifikasi tiga tipe, yang disebut A, B, dan C.
Tipa C kemudian diubah namanya menjadi O dari bahasa Jerman “Ohne” yang berarti “tanpa”, atau “nol”, “null” dalam bahasa Inggris.
Sementara golongan darah AB yang lebih jarang, ditemukan setahun kemudian.
Pada 1930, Landsteiner menerima Hadiah Nobel dalam bidang fisiologi dan kedokteran atas penemuannya tentang golongan darah.
Baca juga: Studi Ungkap Golongan Darah Ini Lebih Rentan Terserang Stroke di Usia Muda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.