Dua kotak hitam pesawat AdamAir KI 574, yaitu kotak hitam rekaman data penerbangan, atau flight data recorder (FDR) dan rekaman suara kokpit, atau cockpit voice recorder (CVR) ditemukan pada Senin (27/8/2007) dan Selasa (28/8/2007).
Kedua kotak hitam tersebut ditemukan di kedalaman 2.000 meter di bawah permukaan laut, dikutip dari Harian Kompas, Rabu (29/8/2007).
Menteri Perhubungan RI saat itu Jusman Safeii Djamal mengatakan, kotak hitam AdamAir diangkat dari lokasi yang sudah dideteksi oleh Kapal United State Naval Ship Mary Sears awal Januari 2007.
Penemuan sekaligus penyerahan kotak hitam tersebut menjadi tanda selesainya misi pencarian hilangnya AdamAir KI 574 di Selat Makassar.
Kotak hitam itu diserahkan pimpinan tim Phoenix kepada Menteri Perhubungan (Menhub) saat itu, Jusman Safeii Djamal di atas Kapal Offshore Tug Suplly berbendera Siprus di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar pada Jumat (31/8/2007), dilansir Harian Kompas, Sabtu (1/9/2007).
Baca juga: Momen Terakhir Korban Kecelakaan Pesawat di Malaysia, Bagikan Foto untuk Keluarga
Dikutip dari Kompas.com, (25/3/2008), Anggota Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Mardjono menuturkan penyebab pesawat AdamAir KI 574 jatuh.
Mulanya, alat navigasi pesawat atau Internal Reference System (IRS) rusak.
Kedua pilot terlalu fokus untuk memperbaiki kerusakan dan lupa memperhatikan instrumen yang lain.
Mereka baru sadar bahwa pesawat miring dan turun mendekati laut pada dua menit sebelum pesawat pecah dan menabrak laut.
"Karena miringnya hanya satu derajat per detik, jadi tak terasa. Autopilot disconnect dan alarm berbunyi 'Not..not..not'. Mereka sempat mematikan alarm tersebut karena terlalu fokus pada IRS,” ujar Mardjono.
“Ini biasa. Jadi tidak bisa dikatakan human error, hanya kinerjanya yang error. Kinerja sebagai manusia darat yang harus terbang. Kalau di darat, prosedur mereka sudah benar. Tapi berbeda halnya jika dia berada di udara," lanjutnya.
Lebih lanjut, Ketua KNKT Tatang Kurniadi menambahkan, alarm berbunyi setelah pesawat miring ke kanan melewati 35 derajat.
Tak sampai di situ, pesawat terus miring hingga 100 derajat dan situasi sudah tidak dapat dikendalikan.
"Pesawat miring daya angkatnya memang kurang. Padahal dia (pilot) melakukan recover baru setelah hidung pesawat nunduk 60 derajat. Apalagi dengan kecepatan yang mach 0,926 kecepatan suara,” jelasnya.
“Oleh karena itu, pecahan badan pesawat terbesar yang ditemukan hanya dua meter. Sebab saat menabrak laut itulah, pesawat terpecah," imbuhnya.
Baca juga: Cerita 4 Anak Korban Kecelakaan Pesawat, Terlunta-lunta Selama 40 Hari di Hutan Amazon Kolombia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.