Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mycoplasma Pneumonia Menyebar di China, Bisakah Jadi Pandemi Baru?

Kompas.com - 30/11/2023, 18:00 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bakteri Mycoplasma pneumonia disebut menjadi penyebab peningkatan kasus pneumonia misterius di China belakangan ini.

Diketahui, kasus Mycoplasma pneumonia di China meningkat sejak Mei 2023 dan mayoritas menyerang anak-anak.

Selain mycoplasma, pneumonia di China juga disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, dan influenza. Namun, kasus yang melibatkan tiga virus itu telah menurun.

“Jadi memang mycoplasma menjadi penyebab terbanyak kasus pneumonia,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi melalui tayangan YouTube di kanal resmi Kementerian Kesehatan RI pada Rabu (29/11/2023).

“Adanya peningkatan kasus rawat jalan dan rawat inap pada anak yang disebabkan Mycoplasma pneumonia sejak Mei 2023 dan RSV, adenovirus, dan influenza sejak Oktober 2023 di mana saat ini sudah terjadi penurunan,” lanjutnya.

Baca juga: Selain China, Belanda Juga Melaporkan Kasus Pneumonia Misterius pada Anak

Potensi jadi pandemi baru kecil

Menurut Imran, Mycoplasma pneumonia merupakan bakteri yang periode inkubasi dan penyebarannya cukup lama.

“Jadi dengan masa inkubasi panjang biasanya virulensinya juga tidak separah virus,” kata Imran.

Dengan demikian, Mycoplasma pneumonia kemungkinan besar tidak menyebabkan munculnya pandemi baru.

“Kalau kita ketahui, memang pandemi itu lebih sering disebabkan oleh patogen yang bersifat virulensinya itu tinggi,” jelasnya.

Meski begitu, Imran tidak menutup kemungkinan jika Mycoplasma pneumonia dapat menjadi pandemi baru.

“Jadi kita tidak menutup kemungkinan apakah bisa menjadi pandemi. Tetapi kalau dibandingkan dengan yang virus, itu jauh lebih cepat,” ungkapnya.

Baca juga: Cegah Pneumonia Misterius dari China, Ini Peringatan Waspada Kemenkes

Disebut sebagai "walking pneumonia"

Imran juga menuturkan, pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia ini juga disebut sebagai walking pneumonia.

Pneumonia jenis ini umumnya bergejala ringan dan orang-orang biasanya dapat melanjutkan aktivitas sehari-hari ketika mengidapnya.

Seorang penderita bahkan merasa cukup sehat untuk berjalan-jalan atau beraktivitas sehari-hari tanpa sadar bahwa dirinya menderita walking pneumonia, dikutip dari WebMD.

Mayoritas penyebaran penyakit ini terjadi di tempat ramai seperti sekolah, asrama perguruan tinggi, fasilitas pelatihan militer, fasilitas perawatan jangka panjang, dan rumah sakit.

Selama wabah di sekolah, mereka yang tertular biasanya adalah anggota keluarga dari siswa yang sakit.

Gejala paling umum pneumonia ini pada orang dewasa adalah batuk kering yang persisten.

Baca juga: Mengenal Mycoplasma, Bakteri yang Disebut Jadi Penyebab Kasus Pneumonia Misterius di China

Muncul di Belanda

Belanda disebut juga mengalami peningkatan kasus pneumonia misterius pada anak-anak, dikutip dari The Messenger.

Hal ini menjadikannya sebagai negara kedua yang melaporkan wabah serupa setelah China.

Institut Penelitian Layanan Kesehatan Belanda (NIVEL) melaporkan, 80 dari setiap 100.000 anak berusia antara 5 hingga 14 tahun menderita pneumonia pada minggu lalu.

Ini adalah wabah pneumonia terbesar yang pernah dicatat NIVEL dalam beberapa tahun terakhir.

Pada puncak musim flu 2022, ketika kasus pneumonia paling umum terjadi, tercatat ada 60 kasus untuk setiap 100.000 anak dalam kelompok umur tersebut.

Baik NIVEL maupun Institut Nasional untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan, keduanya tidak dapat memberikan penjelasan terkait peningkatan kasus pneumonia ini.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Kasus Pneumonia Misterius di China

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Misteri Mayat Dalam Toren di Tangsel, Warga Mengaku Dengar Keributan

Tren
China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

China Blokir “Influencer” yang Hobi Pamer Harta, Tekan Materialisme di Kalangan Remaja

Tren
Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Poin-poin Draft Revisi UU Polri yang Disorot, Tambah Masa Jabatan dan Wewenang

Tren
Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Simulasi Hitungan Gaji Rp 2,5 Juta setelah Dipotong Iuran Wajib Termasuk Tapera

Tren
Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Nilai Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024 di Atas Standar Belum Tentu Lolos, Apa Pertimbangan Lainnya?

Tren
Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Mulai 1 Juni, Dana Pembatalan Tiket KA Dikembalikan Maksimal 7 Hari

Tren
Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Resmi, Tarik Tunai BCA Lewat EDC di Retail Akan Dikenakan Biaya Rp 4.000

Tren
Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Orang Terkaya Asia Kembali Gelar Pesta Prewedding Anaknya, Kini di Atas Kapal Pesiar Mewah

Tren
Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Ngaku Khilaf Terima Uang Rp 40 M dari Proyek BTS 4G, Achsanul Qosasi: Baru Kali Ini

Tren
Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Poin-poin Revisi UU TNI yang Tuai Sorotan

Tren
Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tak Lagi Menjadi Sebuah Planet, Berikut 6 Fakta Menarik tentang Pluto

Tren
Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Daftar 146 Negara yang Mengakui Palestina dari Masa ke Masa

Tren
Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Apa Itu Tapera, Manfaat, Besaran Potongan, dan Bisakah Dicairkan?

Tren
Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Cara Memadankan NIK dan NPWP, Terakhir Juni 2024

Tren
Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Rekan Kerja Sebut Penangkapan Pegi Salah Sasaran, Ini Alasannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com