Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Erupsi Gunung Merapi 13 Tahun Silam dan Akhir Hidup Sang Juru Kunci

Kompas.com - 26/10/2023, 08:45 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari ini 23 tahun lalu, tepatnya pada 26 Oktober 2010, Gunung Merapi yang berada di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan DIY erupsi atau meletus.

Gunung Merapi merupakan salah satu gunung vulkanik paling aktif dengan ketinggian sekitar 2.968 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Sehari sebelum letusan, tepatnya pada 25 Oktober 2010 pagi, warga lereng Gunung Merapi sudah mulai diungsikan.

Dikutip dari Harian Kompas (26/10/2010), evakuasi warga antara lain dilakukan di Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung.

Warga desa tersebut dievakuasi untuk mengantisipasi Gunung Merapi yang bisa erupsi sewaktu-waktu.

Baca juga: Ramai soal Fenomena Awan Bertopi di Puncak Merapi, Ini Penjelasan BPPTKG dan BMKG

Gunung Merapi beralih status

Saat evakuasi dilakukan, Gunung Merapi beralih status dari Siaga menjadi Awas.

Balai Desa Kaliurang menjadi titik kumpul warga tiga dusun. Evakuasi dimulai sekitar pukul 08.00, hanya berselang tiga jam setelah Gunung Merapi beralih status dari siaga menjadi awas, Senin pukul 06.00.

Evakuasi yang dilaksanakan mendadak pada pagi hari sontak membuat warga lereng Gunung Merapi terkejut.

Peralihan status Gunung Merapi dan upaya evakuasi yang begitu cepat dilaksanakan juga membuat 35 siswa yang sedang belajar di SD Kaliurang 02 panik dan ketakutan.

Ketika dibimbing masuk ke Balai Desa Kaliurang, sebagian besar dari mereka menangis histeris karena cemas akan bahaya bencana erupsi Merapi.

Baca juga: Pertama dalam Sejarah, Merapi Punya Dua Kubah Lava Aktif pada Satu Periode Erupsi

Gunung Merapi Erupsi

Dilansir dari Harian Kompas (27/10/2023), 26 Oktober 2010 sore, tiga dentuman besar letusan Merapi terjadi pada pukul 18.10 WIB, 18.15 WIB, dan 18.25 WIB.

Letusan Gunung Merapi terjadi sekitar 35 jam sejak statusnya dinaikkan menjadi Awas yang diawali suara gemuruh besar.

Gemuruh besar terjadi sejak pukul 18.00 yang terdengar dari pos pengamatan Gunung Merapi di Jrakah (Kabupaten Magelang) dan Selo (Kabupaten Boyolali).

Pengamat di Pos Selo melihat nyala api di puncak Merapi yang diikuti bumbungan asap berketinggian sekitar 1,5 kilometer.

Letusan eksplosif gunung di perbatasan DI Yogyakarta dan Jawa Tengah itu diikuti hujan abu yang meluas.

Dari data kronologi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Badan Geologi di Yogyakarta, fase awal erupsi ditandai munculnya awan panas (wedhus gembel) pukul 17.02 WIB dengan durasi sembilan menit.

Gunung Merapi dilihat dari Bendungan Kendalsari atau Karangkendal, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah.KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA Gunung Merapi dilihat dari Bendungan Kendalsari atau Karangkendal, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah.

Luncuran pertama diikuti lima luncuran awan panas berdurasi 2-5 menit dan dua awan panas besar pada pukul 17.42 WIB selama 33 menit dan 18.21 WIB selama 33 menit.

Arah luncuran terpantau ke sektor barat-barat daya dan sektor selatan-tenggara. Gelombang awan panas itu mereda pukul 18.54 WIB.

Pada saat itu juga, BPPTK memerintahkan seluruh petugas di lima pos pemantau Gunung Merapi mengevakuasi diri karena dampak letusan bisa mengarah ke segala arah.

Baca juga: Ramai soal Video Petir di Puncak Gunung Merapi, Ini Penjelasan BRIN

Mbah Maridjan saat erupsi terjadi

Dikutip dari Harian Kompas (27/10/2010), Juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan (72) menjadi salah satu orang yang tidak ingin dievakuasi meski terjadi erupsi diikuti sirene panjang pada pukul 17.58 WIB.

Saat itu, Mbah Maridjan tengah menunaikan shalat Maghrib di masjid yang terletak beberapa ratus meter dari rumahnya.

Ia menolak dievakuasi dan tetap berada di masjid bersama satu anak lelakinya. Sedangkan cucu-cucu, menantu, dan kerabatnya dijemput kendaraan untuk mengungsi.

Rumah juru kunci yang memperoleh gelar dari Keraton Yogyakarta Mas Penewu Surakso Hargo itu sangat dekat dengan puncak Merapi.

Jaraknya sekitar 4 kilometer dari puncak Merapi. Meskipun masuk dalam kawasan rawan bencana, Mbah Maridjan bersikukuh tidak mau mengungsi.

Sejumlah warga Dusun Kinahrejo, Desa Pelemsari, Kelurahan Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DIY, tempat rumah Mbah Maridjan berada, percaya pada sosok juru kunci itu sehingga turut menolak dievakuasi.

Baca juga: Viral, Video Benda Bercahaya Melintas di Gunung Merapi, Apa Itu?

Korban meninggal

Dilansir dari Kompas.com (26/10/2019), erupsi tersebut lebih besar dibanding dengan tahun 2006. Sebab, energi yang keluar lebih besar.

Akibat kejadian ini, 32 orang meninggal termasuk Mbah Maridjan dan wartawan Vivanews.com, Yuniawan Wahyu Nugroho.

Mbah Maridjan ditemukan meninggal di rumahnya. Sementara jenazah 30 korban lainnya ditemukan di Dusun Kinahrejo, Kelurahan Umbulharjo, Cangkringan, Sleman.

Adapun satu korban lain meninggal setelah dievakuasi ke RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta.

Tak hanya sekali, erupsi dan banjir lahar dingin yang terjadi di Merapi pada Oktober hingga November 2010 menyebabkan hilangnya nyawa 151 orang.

Angka pengungsi juga naik menjadi 320.090 jiwa. Rentetan erupsi Merapi juga menyebabkan 291 rumah rusak dan satu tanggul di Desa Ngepos jebol akibat luapan lahar dingin.

Baca juga: Kubah Lava Gunung Merapi Berubah, Apa Dampaknya?

(Sumber: Kompas.com/Rosiana Haryanti | Editor: Resa Eka Ayu Sartika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com