Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Negara dengan Serangan Buaya Terbanyak di Dunia, Ini Alasan Indonesia Sulit Atasi Ancamannya

Kompas.com - 23/10/2023, 08:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus serangan buaya beberapa kali terjadi di Indonesia.

Dilansir dari BBC, data menunjukkan dalam satu dekade terakhir, terjadi sekitar 1.000 serangan buaya di Indonesia yang menewaskan lebih dari 450 orang.

Hal itu menyebabkan Indonesia menjadi negara yang paling banyak mengalami serangan buaya air asin di dunia.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) memperkirakan hampir 90 persen serangan terjadi di Bangka dan Belitung, Indonesia.

Baca juga: Kata Pertamina soal Video Disebut Pekerjanya di Kaltara Lempar Anjing ke Danau Isi Buaya

Lantas, mengapa serangan buaya di Indonesia sulit diatasi?

Baca juga: Saat Penyelamatan Buaya Berkalung Ban di Palu Disoroti Media Asing...

Alasan serangan buaya di Indonesia sulit diatasi

Masih dilansir dari sumber yang sama, berikut beberapa alasan mengapa serangan buaya di Indonesia masih marak terjadi.

1. Terdesak keluar dari habitatnya

Buaya yang hidup di air asin hampir kehilangan habitat aslinya. Mereka berpindah ke lubang-lubang bekas pertambangan yang dekat dengan rumah penduduk.

Di Belitung misalnya, potensi tambang timah yang semakin meluas membuat 60 persen lahannya menjadi tambang timah.

Eksploitasi pertambangan ini meninggalkan ribuan lubang kawah yang kini menjadi habitat para buaya air asin.

Di sisi lain, Indonesia justru mengambil keputusan untuk melegalkan penambangan ilegal.

Pemerintah mengizinkan para penambang untuk bekerja di tambang-tambang ilegal tersebut. Namun sebagai gantinya, mereka harus bertanggung jawab melakukan restorasi habitat.

Baca juga: Temuan 58 Buaya Muara di Penangkaran Ilegal OKI, Segini Gaji yang Diterima Pelaku

2. Kepercayaan warga setempat

Sugito saat menunjukkan buaya hasil tangkapannya bersama Mulik, kakaknya.Dok pribadi Sugito Sugito saat menunjukkan buaya hasil tangkapannya bersama Mulik, kakaknya.

Banyak penduduk setempat yang percaya bahwa memindahkan buaya ke lokasi lain merupakan pertanda buruk bagi mereka.

Alhasil, mereka lebih memilih untuk membunuh reptil tersebut dan menguburkannya dalam sebuah ritual.

Kepercayaan ini menyulitkan penyelamat dan konservasi satwa liar yang hendak memindahkan buaya air asin ke penangkaran.

Baca juga: Saat Buaya di India Selamatkan Anjing, Tanda Punya Empati?

3. Ketiadaan biaya konservasi

Penyelamat dan konservasi satwa liar di pulau Bangka Belitung Alobi, Endi Riadi mengatakan pihaknya tidak pernah mendapat dana langsung dari pemerintah untuk mengelola pusat penyelamatannya.

Sejak didirikan pada 2014, dia hanya mengandalkan dana dari hasil donasi.

Padahal, Riadi mengaku, memelihara buaya air asin membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

"Sangat mahal untuk memelihara semua buaya di pusat penyelamatan," kata dia, masih dari sumber yang sama.

Sebanyak 34 ekor buaya air asin berhasil diselamatkan Alobi. Dia kemudian bekerja sama dengan para peternak sapi di daerah tersebut untuk mendapatkan makanan yang lebih hemat.

"Sebulan sekali kami bisa mendapatkan satu ekor sapi utuh untuk memberi makan mereka. Jika para peternak memiliki sapi yang mati, kami juga memberikannya kepada mereka," tutur Riadi.

Namun, ia tidak memungkiri bahwa tidak mungkin bagi mereka untuk terus membawa buaya kembali ke pusat rehabilitasi yang sudah semakin sesak.

Baca juga: 70 Buaya Lepas Saat China Diterjang Banjir, Videonya Viral di Medsos

Sekilas tentang buaya air asin

Buaya muara yang berada di tempat penangkaran ilegal di Desa Laut, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera SelatanKOMPAS.COM/AJI YK PUTRA Buaya muara yang berada di tempat penangkaran ilegal di Desa Laut, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan

Dikutip dari Conservation, buaya air asin atau Crocodylus porosus dikenal sebagai buaya muara karena mereka lebih menyukai hidup di sungai yang dipenuhi hutan bakau.

Buaya jenis ini merupakan reptil terbesar yang masih hidup, panjangnya bisa mencapai tujuh meter, jauh lebih besar dari komodo yang terkenal di Indonesia, sementara panjangnya bsia mencapai tiga meter.

Secara historis, buaya hidup di seluruh kepulauan Indonesia. Pada abad ke-20 buaya sebagian besar ditemukan di Jawa dan Bali. Namun, di ibu kota Indonesia, Jakarta, hewan ini juga pernah ditemukan di sungai yang mengalir di tengah kota.

Buaya muara sekarang lebih sering terlihat di pulau Jawa yang padat penduduknya, termasuk di laut lepas Jakarta.

Setidaknya 70 orang tewas karena serangan buaya muara setiap tahunnya di seluruh Indonesia.

Adapun jumlah tertinggi dilaporkan terjadi di kepulauan Bangka-Belitung di Sumatra dan provinsi Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Riau.

Baca juga: Ramai soal Buaya Raksasa di Bangka Belitung, Ini Penjelasan LIPI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Tren
5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

Tren
Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Tren
Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Tren
7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

Tren
Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Tren
6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

Tren
BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

Tren
Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Tren
Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

7 Gejala Stroke Ringan yang Sering Diabaikan dan Cara Mencegahnya

Tren
Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Izin Kendaraan Mati, Pengusaha Harus Dipolisikan

Tren
8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

8 Tanda Batu Ginjal dan Cara Mencegahnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com