Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunung Shishaldin di Alaska AS Meletus, Abu Vulkanik Membumbung Setinggi 9,1 Kilometer

Kompas.com - 27/08/2023, 10:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.comGunung Shishaldin yang terletak di Kepulauan Aleutian, Alaska, Amerika Serikat (AS) meletus pada Jumat (27/8/2023) siang waktu setempat.

Dikutip dari FoxWeather, Jumat (25/8/2023), letusan gunung berapi itu memuntahkan abu vulkanik setinggi 30.000 kaki atau sekitar 9,1 km yang menyebabkan langit di sekitarnya tertutup abu.

Hal ini dikonfirmasi oleh pesawat yang berada tak jauh dari gunung, yang mengatakan bahwa abu vulkanik terlihat hingga di ketinggian 28.000 kaki.

Letusan pada Jumat adalah kejadian ke delapan sejak siklusnya yang dimulai sekitar 1,5 bulan yang lalu.

Shishaldin mulai meletus sejak 12 Juli 2023. Dan Alaska Volcano Observatory (AVO) melaporkan telah terjadi 7 peristiwa ledakan signifikan yang mengakibatkan awan abu mencapai ketinggian hampir 40.000 kaki di atas permukaan laut.

Baca juga: Kubah Lava Gunung Merapi Berubah, Apa Dampaknya?

Para ahli sudah memperhatikan gejolak sejak pagi sebelum terjadinya letusan gunung pada hari itu.

Gejolak itu berupa terjadinya rentetan gempa dan suhu permukaan yang meningkat, yang dimulai sejak pukul 03.00 dini hari waktu setempat.

“Peningkatan suhu permukaan yang konsisten dengan letusan lava di puncak terlihat jelas dalam data satelit terbaru,” terang AVO, dilansir dari Mirror, Jumat (25/8/2023).

Ahli menambahkan, terjadi aktivitas kegempaan tingkat rendah saat Gunung Shishaldin Meletus.

AVO memperingatkan bahwa emisi abu akan terjadi selama beberapa jam selepas letusan gunung tersebut.

Selain itu, terdapat juga peringatan adanya aliran piroklastik yang berisi pecahan batuan, gas, dan abu yang mengalir dengan cepat.

Gunung Shishaldin juga menyemburkan lumpur yang mengalir di sisinya.

AVO mengatakan, awan abu mencapai ketinggian 30.000 - 36.000 kaki di atas permukaan laut dan membentang sekitar 50 mil ke arah timur laut.

Baca juga: Penjelasan PVMBG soal Kabar Sinar Api Diam di Gunung Arjuno-Welirang

Peringatan bagi penerbangan

Karena letusan Gunung Shishaldin, kode warna penerbangan atau Aviation Color Code untuk gunung berapi tersebut telah ditingkatkan menjadi merah.

Pendekatan kode warna penerbangan mirip dengan tingkat kewaspadaan gunung api, namun khusus untuk sektor penerbangan.

Statusnya telah ditetapkan menjadi merah, yang berarti letusan dengan emisi abu yang signifikan akan segera terjadi, sedang berlangsung, atau diduga tengah terjadi.

Sebelum dan saat meletus, tingkat kewaspadaan gunung api berada pada Level Waspada.

Artinya, gunung berapi menunjukkan peningkatan atau eskalasi gejolak dengan potensi erupsi yang meningkat, jangka waktu yang tidak pasti, atau erupsi sedang berlangsung namun menimbulkan bahaya yang terbatas.

Pada Jumat malam, peringatan tersebut turun satu tingkat menjadi warna oranye.

Hal itu lantaran jika dilihat dari citra satelit, emisi abu telah berakhir dan kegempaan menurun dengan cepat.

Baca juga: Peneliti Temukan Gunung Berapi Kuno Bawah Laut, Tertutup Banyak Telur Raksasa

Tentang Gunung Shishaldin

Masih dilansir dari Mirror, Gunung Shishaldin terletak di dekat pusat Pulau Unimak, bagian timur Kepulauan Aleutian, Alaska, AS.

Shishaldin mempunyai kawah puncak berbentuk corong selebar 550 kaki atau sekitar 168 meter.

Seringnya, kawah tersebut akan mengeluarkan segumpal uap dan kadang-kadang sejumlah kecil abu.

Terletak di dalam Suaka Margasatwa Nasional Izembek, gunung berapi ini telah digunakan selama berabad-abad sebagai landmark dan terkenal dengan kerucutnya yang nyaris sempurna.

Meski mengalami sejumlah letusan dahsyat sebelumnya, bentuk puncaknya masih tetap mengerucut.

Suku setempat, yakni Aleut, menamai gunung berapi tersebut dengan Sisquk yang berarti "gunung yang menunjukkan jalan ketika saya tersesat".

Sejauh 23 mil (37 km) dari Gunung Shishaldin, terletak kota kecil False Pass.

Sensus tahun 2020 mencatat populasi 397 jiwa termasuk pekerja pabrik pengolahan ikan musiman.

Baca juga: Mengapa Udara di Gunung Dingin padahal Lebih Dekat dengan Matahari?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com