Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kelam Brothers Home, Saat 657 Orang Tewas di Fasilitas Kesejahteraan Sosial Milik Negara

Kompas.com - 18/05/2023, 17:15 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media Korea Selatan, Newsis melaporkan seorang pria berusia sekitar 50 tahun melakukan demonstrasi di pagar Jembatan Gwangan, Busan pada Minggu (14/5/2023).

Pria tersebut diketahui adalah korban dari insiden Pusat Kesejahteraan Sosial Brothers Home.

Ia menuntut Walikota Busan Park Hyung Joon mempertanggungjawabkan aturan pemberian kompensasi bagi para korban insiden tersebut.

Insiden Brothers Home sendiri merupakan kejadian kelam di Busan, Korea Selatan pada tahun 70-an.

Saat itu, ribuan warga tunawisma dan tidak mampu dikumpulkan di pusat kesejahteraan sosial.

Namun, bukannya mendapatkan bantuan, mereka disiksa, diperbudak, bahkan diperkosa. Peristiwa ini mengakibatkan 657 orang tewas.

Baca juga: Kelaparan, Mahasiswa Korea Memakan Pisang Karya Seni Senilai Rp 1,7 Miliar


Brothers Home

New York Times melaporkan, kelompok militer di Korea Selatan memasukkan 38.000 orang jalanan ke pusat kesejahteraan sosial bernama Brothers Home sekitar 1976-1987.

Langkah itu kabarnya dilakukan untuk mempersiapkan negara sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Panas 1988.

Pada 1986, lebih dari 16.000 orang ditahan di 36 fasilitas milik pemerintah.

Brothers Home di Busan termasuk lokasi paling terkenal. Area ini menampung 4.355 orang walau kapasitasnya hanya 500 orang.

Tidak hanya tunawisma dan orang cacat, orang-orang mabuk, ditemukan tanpa identitas, pengemis, dan lawan politik juga dijebloskan ke tempat itu.

Baca juga: Kenapa Artis Korea Sulit Berkencan di Publik?

Pusat kesejahteraan seharusnya menerima subsidi pemerintah berdasarkan jumlah orang yang ditahan.

Namun, petugas menyuap polisi dan pejabat kota untuk menemukan lebih banyak anak tanpa pengawasan di jalan dan mengirimkan mereka sebagai yatim piatu.

Para penghuni Brothers Home, termasuk anak di bawah umur, seharusnya mendapatkan makanan dan pelatihan untuk mendapatkan pekerjaan.

Namun kenyataannya, banyak orang dipukuli, diperkosa, dan digunakan untuk kerja paksa.

Diperkirakan lebih dari 657 orang meninggal saat ditahan di sana secara ilegal dan tanpa sepengetahuan keluarga mereka.

Brothers Home ditutup pada 1988. Pada 1990-an, pekerja konstruksi menggali dan menemukan sekitar 100 tulang manusia di luar tempat fasilitas tersebut berdiri.

Baca juga: Polisi Korea Gagalkan Upaya Pencurian Minyak, Pelaku Sewa Hotel dan Gali Terowongan

Sosok pengelola

Brothers Home dijalankan oleh Park In Keun, mantan sersan tentara. Park bahkan dianugerahi medali karena dianggap menjalankan pusat kesejahteraan yang patut dicontoh.

Ia juga dikenal sebagai seorang Kristen yang taat dan bekerja keras untuk memperbaiki para gelandangan.

Kenyataannya, Park mengelola tempat itu seperti kamp konsentrasi. Tembok tinggi mengelilingi fasilitas dan pintu dikunci dari luar pada malam hari.

Dengan seragam militer bekas atau baju olahraga biru, penghuni bekerja seharian penuh di pabrik yang memproduksi berbagai macam barang.

Brothers Home mengantongi lebih dari setengah gaji para tahanan atau tidak membayar sepeserpun.

Setiap Senin pagi, “pengadilan rakyat” diadakan untuk pelanggar aturan. Orang yang setia kepada Park berhak jadi "pemimpin" dan meneror orang lain.

Tak hanya itu, Brothers Home mendapatkan uang dengan mengirim 11 anak untuk diadopsi ke luar negeri.

Park juga mengumpulkan uang dari para pendonor Kristen.

Baca juga: Viral, Cerita WNI di Jepang Ketika Korea Utara Tembakkan Rudal dan Alarm Peringatan Terus Berbunyi

Upaya penyelidikan

Dailymail memberitakan bahwa Mahkamah Agung Korea Selatan membebaskan Park In Keun pada 1989 dari tuduhan terkait Brothers Home.

Park membantah melakukan kesalahan dan menyatakan bahwa dia hanya mengikuti perintah pemerintah.

Park hanya menjalani hukuman 2 tahun penjara karena penggelapan uang dan pelanggaran kecil.

Setelah Park ditangkap, penyelidikan terhadap fasilitas Brothers Home terus dilakukan. Namun, banyak pihak berusaha menghalangi.

Walikota Busan Kim Joo Ho, Presiden Chun Doo Hwan, dan kepala jaksa penuntut Busan Park Hee Tae disebut sebagai pihak yang mengekang penyelidikan dan berusaha agar Park dibebaskan.

Bahkan, pada 2016-2018, insiden Brothers Home masih belum diakui resmi oleh pemerintahan Korea Selatan.

Kini, area tersebut telah tertutupi gedung apartemen tinggi.

Baca juga: Korea Utara Eksekusi Ibu Hamil, karena Tunjuk Foto Kakek Kim Jong Un

Pelanggaran HAM

Pada 2020, anggota parlemen akhirnya mengeluarkan undang-undang untuk meluncurkan kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Organisasi ini berhak mengusut kasus hak asasi manusia (HAM) di Negara Ginseng tersebut.

Butuh waktu dua tahun bagi komisi tersebut mengungkapkan fakta insiden Brothers Home untuk kali pertama.

Pada 24 Agustus 2022, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi secara resmi mengakui ada pelanggaran HAM di Brothers Home Busan. Namun, kasus tersebut masih berusaha ditutupi oleh pejabat kenegaraan.

Dilansir dari ABC News, Ketua komisi Jung Geun Sik mendesak pemerintah untuk minta maaf secara resmi kepada para penyintas dan wajib memeriksa kasus ini lagi.

Komisi menemukan bukti setidaknya ada 657 kematian di Brothers Home.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com