Lalu, bagaimana hasil liputan para mahasiswa itu? Di kelas Reportase, setiap mahasiswa harus mengusulkan topik dan membuat rencana liputan.
Dari usulan yang mereka tawarkan, isu-isunya bervariasi. Karakter informasi yang diusulkan umumnya tidak bersentuhan dengan isu-isu aktual yang dipublikasikan media mainstream. Sebagian kecil saja yang mengikuti isu di media arus utama.
Usulan rencana liputan para mahasiswa seperti soal indekos harian, nyadran, buka puasa bersama, dan isu-isu yang bersifat personal.
Lalu, bagaimana mereka memahami isu aktual, yang trending topic di masyarakat apabila tidak pernah membaca berita media?
Suasana di kelas itu saya pahami sebagai miniatur situsi pasar media cetak pada era media digital saat ini. Sebagai generasi milenial dan generasi z yang akrab dengan teknologi informasi, mereka tidak mengakses media cetak atau online atau e-paper.
Sikap mereka melengkapi profil pasar media cetak saat ini di kalangan generasi milinial dan generasi z.
Saya berpikir, mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi yang ingin menjadi jurnalis saja tidak tertarik untuk membaca media cetak, bagaimana mahasiswa ilmu sosial lainya, apalagi mahasiswa ilmu eksakta. Terselip perasaan galau dalam diri saya tentang mahasiswa tidak tertarik membaca dan mengakses media cetak.
Saya merasakan tanda-tanda kematian media cetak itu ada di ruang kelas, tempat saya mengajarkan tentang reportase dan manajemen media. Sebagai reporter yang bekerja untuk media cetak selama 25 tahun, situasi ini sangat membuat dada terasa nyesek.
Mengapa tanda-tanda kematian media yang saya cintai itu tergambar dengan jelas di depan kelas di mana saya menyampaikan tentang bagaimana melakukan news gathering, bagaimana idealnya mereka menjadi jurnalis, bagaimana mengelola media?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.