Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Banyak Kasus Penembakan Massal di Amerika Serikat?

Kompas.com - 28/03/2023, 13:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penembakan massal kembali terjadi di Amerika Serikat. Kali ini, penembakan terjadi di sebuah Sekolah Dasar (SD) swasta di Nashville, Tennesse, AS pada Senin (27/3/2023).

Dikutip dari laman NYPost, penembakan massal tersebut dilakukan Audrey Hale seorang transgender berusia 28 tahun.

Penembak merupakan mantan siswa sekolah tersebut dan memiliki rencana terperinci untuk menyerang sekolah tersebut.

Baca juga: 4 Fakta dan Kronologi Penembakan Nashville AS, Pelaku Transgender

Korban tewas penembakan Nashville

Akibat penembakan yang dilakukan, 3 anak berusia 9 tahun, seorang guru pengganti dan kepala sekolah meninggal dunia.

Polisi terpaksa membunuh Hale dalam kejadian tersebut. Dari bukti yang ditemukan polisi, pelaku bahkan berencana untuk melakukan tindakan serupa di sekolah lain.

Penembakan yang terjadi di SD di Nashville ini, adalah kasus penembakan massal yang kesekian kalinya terjadi di Amerika Serikat.

Dikutip dari Insider kasus penembakan massal di AS sejak memasuki tahun 2023 setidaknya ada 129 kasus yang terlacak di AS. Lantas, mengapa ada begitu banyak kasus penembakan massal di AS?

Ada beberapa alasan mengapa kasus penembakan di AS banyak terjadi, di antaranya:

1. Banyaknya kepemilikan senjata api sipil

Dikutip dari laman WBRC, Profesor Kriminolog Universitas Alabama Dr, Adam Lankford mengatakan, dari penelitian yang ia lakukan, AS adalah negara dengan kasus penembakan massal terbanyak.

“Saya menemukan bahwa meskipun kita memiliki kurang dari 5 persen populasi dunia, kita memiliki sekitar 30 persen penembak massal dunia, ”kata Lankford.

Menurutnya, banyaknya kasus penembakan massal di suatu negara berhubungan langsung dengan berapa banyak jumlah senjata di suatu negara.

“Faktor yang paling menjelaskannya adalah akses yang mudah ke senjata api di Amerika Serikat dan akses (senjata) yang sangat mudah bagi orang-orang yang berbahaya,” kata Lankford.

Dirinya juga menyebut, penembakan massal lebih berisiko terjadi di tempat umum seperti ketika seseorang sedang bekerja atau berada di sekolah.

Ia berpendapat, seseorang melakukan penembakan massal, bukan karena ia hobi dengan senjata api atau merupakan bagian dari budaya lingkungannya.

Namun menurutnya hal ini terjadi karena saat pelaku tertarik untuk membunuh, maka mereka tahu yang mereka butuhkan adalah senjata untuk mencapai tujuannya.

Sementara itu, dikutip dari BBC, para ahli cukup sulit menentukan akar penyebab pasti dari kasus penembakan massal.

Namun salah satu faktor yang jelas berkontribusi dari meningkatnya kasus penembakan massal di AS adalah karena orang-orang memiliki lebih banyak senjata dari waktu-waktu sebelumnya.

Co-Directors John Hopkins Center for Gun Violence Solutions Josh Horwitz mengatakan, kenaikan kepemilikan senjata api  muncul karena pemikiran orang-orang bahwa, memiliki senjata membuat seseorang merasa aman.

Apalagi ketika kekerasan senjata di tempat umum sering terjadi, maka hal ini memunculkan siklus ketakutan yang pada akhirnya mendorong beberapa orang untuk terbiasa dengan senjata api.

"Orang-orang takut, dan mereka ingin menghilangkan rasa takut itu dengan membeli senjata," kata Horwitz.

 

2. Masalah ekonomi hingga kejiwaan

Sementara itu, beberapa ahli juga menilai, faktor lain yang memicu penembakan massal adalah karena adanya stressor kehidupan baik karena pandemi, kesulitan keuangan, pekerjaan keluarga, dan hubungan lainnya.

"Masalah-masalah ini bisa membuat beberapa orang merespons nya dengan kekerasan," kata Direktur Eksekutif Konsorsium Riset Kekerasan Senjata Api di Institut Pemerintahan Rockefeller Jaclyn Schildkraut.

Dari analisis yang dilakukan Dinas Rahasia AS, 93 persen kasus penembakan massal, pelaku memiliki masalah pribadi.

Masalah tersebut bisa karena perceraian, kesehatan, sekolah atau tempat kerja sebelum melakukan aksinya. Selain itu, 10 persen dari pelaku penembakan massal banyak yang meninggal karena bunuh diri.

3. Lemahnya peraturan kepemilikan senjata

Sejumlah ahli juga menilai, lemahnya undang-undang kepemilikan senjata api yang tidak mewajibkan adanya pemeriksaan latar belakang untuk penjualan senjata pribadi.

Serta mudahnya menjual senjata di pameran atau online turut serta menjadi penyebab banyaknya kasus.

Faktor lain menyebut banyaknya kasus penembakan massal di AS adalah terkait kesehatan mental meski jumlah tersebut tidak banyak.

4. Peran gender dan trauma

Kasus penembakan massal yang terjadi di AS kebanyakan dilakukan oleh laki-laki.

Dikutip dari Insider, data FBI menyebut pada tahun 2020, 83 persen kasus pelaku adalah laki-laki.

Hal serupa juga terjadi pada tahun 2021 di mana 98 persen pelaku juga merupakan laki-laki.

Violence Project mencatat kebanyakan pelaku melakukan aksinya didorong oleh keputusasaan dan merupakan bentuk bunuh diri.

"Pelaku sering memilih target yang mewakili keluhan mereka, dan mereka ingin mengomunikasikan kemarahan mereka kepada dunia dengan tindakan akhir kekerasan yang mengerikan," menurut pernyataan Violence Project.

Pelaku umumnya juga memiliki riwayat trauma sewaktu kecil dan memiliki tanda-tanda mengalami masalah sebelum penembakan.

Baca juga: Biden Serukan Lagi Larangan Senjata Serbu Buntut Penembakan Massal di Nashville

5. Cuaca panas

Dikutip dari Kompas.com (5/6/2022), kasus kejahatan senjata lebih rendah ketika cuaca buruk atau dingin.

Kasus lebih banyak ketika AS memasuki musim panas karena di musim ini lebih banyak orang yang keluar rumah sehingga rentan memicu konflik.

"Sulit untuk menembak seseorang jika tidak ada orang di sekitar," kata profesor kebijakan kesehatan di Harvard TH Chan School of Public Health David Hemenway.

Selain itu, saat musim panas, suhu juga akan terasa lebih panas, sehingga mendorong emosi seseorang menjadi lebih tinggi.

Pada 2020, ia ikut menulis makalah di Injury Epidemiology yang dipimpin oleh mahasiswa pascasarjana bimbingannya, Paul Reeping, yang meneliti kota Chicago antara 2012-2016.

Makalah ini menggunakan laporan dari Chicago Tribune untuk mendapatkan jumlah penembakan per hari, kemudian mencocokkannya dengan suhu tinggi harian, kelembaban, kecepatan angin, perbedaan suhu dari rata-rata historis, serta jenis dan jumlah curah hujan.

Temuan ini menunjukkan bahwa suhu 10 derajat Celsius yang lebih tinggi secara signifikan dikaitkan dengan 34 persen lebih banyak penembakan pada hari kerja, dan 42 persen lebih banyak penembakan pada akhir pekan atau hari libur.

Mereka juga menemukan bahwa suhu 10 derajat Celsius lebih tinggi dari suhu rata-rata dikaitkan dengan 33,8 persen tingkat penembakan yang lebih tinggi.

Baca juga: Penembakan AS Giliran Terjadi di Washington, 3 Orang Tewas, Pelaku Bunuh Diri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com