Selepas pengambilan air suci ratusan warga berebut sesaji dan gunungan yg berisi buah buahan dan hasil bumi. Ritual ini diharapkan mampu membawa kedamaian dan keselamatan masyarakat di bumi.
Baca juga: Daftar Libur Tanggal Merah Maret 2023: Hari Raya Nyepi hingga 1 Ramadhan 1444 H
Dikutip dari Dinas Perpustakaan & Kearsipan Jawa Timur, upacara Jalani Dhipuja selalu dilaksanakan tiga hari sebelum upacara Nyepi.
Dalam pelaksanaan, upacara ini nantinya akan dilarung Jolen (sesajian yang berbentuk keranda yang berisi buah-buahan ataupun hasil bumi lain) sebagai simbol dan rasa terima kasih kepada Sang Hyang Widhi atas semua rezeki yang mereka terima selama ini dan dijauhkan dari segala mara bahaya.
Perayaan Jalani Dhipuja ini merupakan upacara untuk mensucikan jagad alit dan jagad gede (dunia kecil dan dunia besar).
Jagad alit diwujudkan dalam diri manusia. Manusia adalah perwujudan dari bentuk kecil alam semesta ini dan jagad gede adalah alam semesta beserta isinya ini.
Pada prosesi perayaan Jalani Dhipuja ini digelar, sebelumnya umat Hindu akan mempersiapkan Jolen yang akan dilarung.
Setiap Jolen masing-masing daerah memiliki perbedaan dalam pengisian Jolen sesuai dengan hasil yang diperoleh masyarakat. Pada intinya Jolen memiliki lima unsur yaitu Palem, Patrem, Puspem, Toyem, dan Dupem (Buah, daun, bunga, air dan dupa).
Kelima unsur ini adalah mencerminkan tentang hidup. Setiap peserta upacara Jalani Dhipuja, akan melakukan sembahyangan dahulu saat mereka datang ke pura.
Baca juga: Tradisi dan Makna Hari Raya Nyepi bagi Umat Hindu...
Dilansir dari laman resmi Pemkot Cimahi, setiap pergantian Tahun Baru Saka atau Hari raya Nyepi, umat Hindu menyambut dengan ritual khusus.
Diawali dengan upacara Melasti, upacara Tawur Kesanga yang bermakna membersihkan alam guna mencapai harmonisasi kosmos.
Dilanjutkan dengan amalan Catur Brata untuk menemukan kesadaran akan jati dirinya sebagai kesatuan pribadi yang utuh, dan ditutup Ngembak Ghni dan Dharmasanti sebagai wujud rasa damai dalam kehidupan di dunia ini.
Catur (Empat) Brata meliputi Amati Gni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan. Artinya, tidak menyalakan api, tidak bekerja atau beraktivitas, tidak bepergian), dan tidak bersenang-senang).
Baca juga: Identik dengan Nyepi, Apa Itu Pawai Ogoh-ogoh?
Dikutip dari Kompas.com (7/3/2019), tradisi perang api merupakan tradisi yang telah dilaksanakan secara turun-temurun oleh warga kampung Negara Saka dan Sweta setiap tahunnya.
Tradisi perang api merupakan rangkaian menyambut hari raya Nyepi, yang dilaksanakan setelah pawai ogoh-ogoh selesai.
Menjelang waktu senja, puluhan ikat bobok dibakar oleh para pemuda dari dua kampung, sebagai tanda dimulainya perang api.