Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusul Transgender dan Transracial, Kini Muncul Fenomena Transable, Apa Itu?

Kompas.com - 15/03/2023, 06:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan, dunia mengenal istilah transgender untuk merujuk orang yang mengganti jenis kelaminnya.

Selain transgender, ada pula istilah transracial, yakni orang yang memilih identitas ras berbeda dari ras kelahirannya.

Tak sampai di situ, sebutan baru lahir untuk menamai fenomena orang sehat yang merasa cacat atau disebut sebagai transable.

Perbincangan terkait transable riuh di media sosial berkat unggahan akun Twitter ini, Senin (13/3/2023).

Melalui unggahan gambar, disebutkan bahwa transable, transabled, atau trans-able adalah seseorang yang secara fisik sehat, tetapi merasa dirinya seharusnya terlahir cacat.

"HAHH??? KO ADA SI ORANG YANG KAYA GINI?? SENDER BARU TAU," tulis pengunggah.

Hingga Selasa (14/3/2023) siang, unggahan ini telah menuai lebih dari 199.000 tayangan dan 1.100 suka dari warganet Twitter.

Lalu, apa itu fenomena transable?

Baca juga: Benarkah Suka Bicara Sendiri dan Ngehalu adalah Tanda Gangguan Mental?


Apa itu transable?

Dilansir dari Sportskeeda, Profesor Alexandre Baril dari University of Ottawa, Kanada, memberikan definisi transable.

Menurut dia, transable adalah keinginan atau kebutuhan seseorang yang diidentifikasi memiliki badan sehat oleh orang lain untuk mengubah tubuhnya agar cacat secara fisik.

Namun demikian hingga saat ini, para peneliti masih bertanya-tanya apakah transable tergolong dalam gangguan neurologi atau gangguan mental.

Spesialis kesehatan jiwa, dr Dharmawan Ardi Purnama, Sp.KJ menjelaskan, kondisi seperti transable bisa digolongkan ke dalam gangguan body image.

Hal tersebut, merujuk pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) atau panduan diagnosis dan statistik gangguan mental.

"Di DSM bisa digolongkan pada gangguan body image atau gangguan citra diri," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/3/2023).

Dharmawan menambahkan, terlepas dari penamaan atau istilahnya, kondisi demikian adalah orang yang tidak bahagia dengan diri sendiri.

Oleh karena itu, mereka akan mencari sebuah eksistensi, termasuk dengan menjadi cacat.

"Apakah mau operasi plastik jadi cantik atau ganteng seperti standar dunia mode atau menjadi cacat supaya dapat dimaklumi," tambahnya.

Berbeda, Dharmawan mengatakan bahwa orang yang bisa menerima diri sendiri apa adanya tidak akan mengubah fisik seperti itu.

Mereka tidak akan menjadikan diri sendiri cacat berlebihan atau mengubah rupa dan tubuh menjadi semakin kurus hingga terkena anoreksia.

"Atau jadi ganteng atau cantik dengan operasi plastik berlebihan," imbuh Dharmawan.

Baca juga: 7 Cara Menjaga Kesehatan Mental, Apa Saja?

Dipicu ketidakpuasan mendalam

Terpisah, psikolog sekaligus dosen Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo menerangkan, transable diartikan sebagai orang yang secara fisik normal, tetapi malah "merusaknya".

Menurut Ratna, upaya perusakan tersebut tak lain dipicu ketidakpuasan dengan anggota tubuhnya sendiri.

"Dengan harapan ketika mereka rusak bagian tubuh yang tidak disukai tadi, maka mereka dapat melakukan upaya lain untuk membuat bagian tubuh itu lebih menarik," jelasnya, ketika dihubungi Kompas.com, Senin.

Secara psikologi, masalah seperti transable ini terletak pada ketidakmampuan untuk menerima anggota tubuh secara utuh.

Kelompok ini, menurut Ratna, kerap mengeluh, merasa malu, dan terganggu dengan bagian tubuh tertentu.

Ketidakpuasan secara mendalam atau dysphoria ini kemudian menuntun mereka untuk melakukan upaya sebagai solusi.

"Sehingga yang dilakukan adalah trans, memindahkan, dan able, kemampuan kita menjadi ketidakmampuan," tuturnya.

"Gangguan psikologisnya di mana? Ada di mentalnya mereka, perasaan karena buat mereka apa pun yang mereka punya tidak cukup," imbuh Ratna.

Ratna mengungkapkan, orang di dunia ini sebenarnya sangat boleh untuk merasa tidak puas dengan anggota tubuhnya.

"Tapi jangan sampai itu mengganggu pikiran kita selalu, membuat kita selalu mengeluh. Kalau gitu, mulai muncul gangguan psikologi," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com