Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abdul Munif
Mahasiswa Pascasarjana

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM)

Privatisasi dan Tantangan Pemenuhan Hak atas Air

Kompas.com - 13/03/2023, 10:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sejumlah masyarakat sipil juga telah mengajukan judicial review dua kali terhadap UU 7 Tahun 2004. Pada 2005, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan itu. Tahun 2015, MK akhirnya menyatakan UU tersebut inkonstitusional dan membatalkannya secara menyeluruh.

Menurut pertimbangan MK, pengusahaan air harus mengutamakan HA yang dimiliki rakyat, sebagaimana Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 menggariskan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kemudian MK menekankan, prioritas utama harus diberikan kepada BUMN dan BUMD. Namun penafsiran MK tetap menyediakan peluang keterlibatan swasta, sepanjang tanggung jawab negara sudah terlaksana dan masih terdapat ketersediaan air. Pelibatan swasta pun harus melalui izin dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.

Kelak, pengaturan terkait sumber daya air di Indonesia diundangkan melalui UU Nomor 17 Tahun 2019.

Tantangan Pemenuhan HA ke Depan

Dampak privatisasi air terasa di Jakarta. Studi yang dilakukan Leo Heller, Pelapor Khusus PBB terkait HA pada 2020, mengungkapkan, harga air meningkat 135 persen di rentang waktu 10 tahun pertama setelah adanya perjanjian kerja sama PDAM dan dua korporasi air di Jakarta.

Dua korporasi itu dinilai mengingkari HA, yang selanjutnya memaksa warga membeli air minum mahal dari pedagang jalanan dan mandi menggunakan air sumur tercemar.

LBH Jakarta dalam Catatan Akhir Tahun 2022 menyayangkan praktik privatisasi “jilid dua”. Ditengarai, PDAM di Jakarta baru saja mengadakan kesepakatan pengelolaan sistem air minum dengan swasta untuk 25 tahun ke depan. Padahal, PKS dengan dua korporasi air sebelumnya belum berakhir.

Hadirnya UU Cipta Kerja memperburuk keadaan. Paket hukum omnibus tersebut turut merombak Pasal-Pasal UU 17/2019 Tentang Sumber Daya Air. Dengan paradigma UU Cipta Kerja yang sarat visi penciptaan iklim investasi yang ramah dan kondusif, kecenderungan melonggarkan perizinan bagi swasta begitu tampak.

Analisis kritis Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air menunjukkan, perubahan istilah “izin” dalam UU 17/2019 menjadi “perizinan berusaha” oleh UU Cipta Kerja mengindikasikan penyederhanaan izin. Hal itu memperlihatkan pretensi mengintegrasikan seluruh izin ke dalam satu badan, yang tujuannya tentu untuk memuluskan investasi (KRuHA, 2020:89).

Peringatan ke-30 Hari Air Sedunia, seperti temanya, harusnya mempercepat penyelesaian krisis air dan sanitasi. Pengalaman dunia, termasuk Indonesia, menunjukkan privatisasi air adalah ancaman substansial bagi pemenuhan HA dan memperpanjang krisis air.

Jangan sampai, air menjadi salah satu sumber konflik, bukan sumber kehidupan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com