Demikian juga untuk administrasi pemerintahan dan pelayanan publik, data merupakan kunci terpenting.
Bagaimana mungkin Pemerintah dapat melakukan program bantuan penduduk miskin, program BPJS, Pelayanan Pendidikan, Kesehatan dll, jika tanpa data yang akurat.
Dalam kondisi inilah maka UU PDP tidak hanya memiliki tujuan dan fungsi melindungi data pribadi setiap orang, tapi juga memberi kepastian hukum untuk pengendali data dalam pemanfaatan data pribadi dan big data tersebut.
Hal ini diamanatkan pada pasal 3 huruf d UU PDP yang menyebutkan bahwa salah satu asasnya adalah 'kemanfaatan'.
UU PDP juga seperti tertuang dalam penjelasan umumnya, memiliki misi selain melindungi dan menjamin hak dasar warga negara terkait dengan pelindungan diri pribadi, menjamin masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari Korporasi, Badan Publik, Organisasi Internasional, dan Pemerintah.
Juga mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan industri teknologi informasi dan komunikasi, dan mendukung peningkatan daya saing industri dalam negeri.
Oleh karena itu, UU PDP tidak dimaksudkan untuk menjadi ketakutan bagi korporasi dalam memanfaatkan big data.
Sejalan dengan fungsi strategis data ini, maka PP dan Perpres sebagai pelaksanaan UU harus menjadi landasan kepastian hukum penggunaan big data yang merupakan aset tak ternilai ibarat ‘sumber tambang’ yang harus digali dan dimanfaatkan.
Memasuki setengah tahun berlakunya UU PDP, banyak pelaku usaha yang bertanya-tanya tentang dampak apa yang akan terjadi setelah masa transisi 2 tahun dan semua korporasi harus menyesuaikan sebagai pengendali data dengan UU PDP.
Pemerintah tentu juga sangat memahami fungsi strategis data ini, oleh karena itu pembuatan peraturan implementasi UU PDP berupa peraturan pemerintah dan peraturan presiden, karena akan menjadi regulasi operasional, maka harus benar-benar bisa mengakomodasi fenomena global terkait big data itu.
Peraturan implementasi di satu sisi harus berperan menjadi garda terdepan pelindungan dan keamanan data, dan di sisi lain menjadi regulasi yang berfungsi sebagai akselerator pemanfaatan data sebagai pendukung peningkatan daya saing industri dalam negeri.
Sesuai dengan prinsip hukum transformatif, di mana hukum tidak semata-mata berfungsi untuk terciptanya ketertiban, kepastian dan keadilan, tetapi juga harus berfungsi kemanfaatan, dan infrastruktur transformasi, maka jiwa peraturan pelaksana itu tentu akan diproyeksikan untuk menjaga dan mengawal secara baik misi UU PDP untuk menciptakan sebesar-besarnya maslahat bagi negeri ini.
Oleh karena itu, PP dan Perpres harus bertumpu pada dua paradigma, yaitu pelindungan subjek data pribadi di satu sisi dan pemanfaatan big data sebagai ‘new oil’ di sisi lain.
Kita memang harus menghindari dasar pikir parsial secara sempit, yang bisa membuat pengambil keputusan dan dunia usaha nasional terjebak pada kondisi tidak bisa memanfaatkan fungsi strategis data sebagai aset luar biasa itu.
Jika sampai terjadi para pengendali data tidak dapat memanfaatkan data sebagai aset dan sumber daya baru karena salah regulasi, maka kerugiannya adalah, selain yang akan menikmati keuntungannya aset itu adalah pihak asing, juga akan menghambat pertumbuhan ekonomi, industri, dan transformasi digital itu sendiri.
Dengan kata lain, peraturan pelaksana ini harus menjadi dasar kepastian hukum. Dalam konteks inilah hukum harus berfungsi sebagai infrastruktur transformasi pendorong kemajuan negeri ini agar berdaya saing global.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.