Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kesaksian WNI Korban Gempa Turkiye, Wisata yang Menyisakan Trauma

Kompas.com - 09/02/2023, 08:30 WIB
Alinda Hardiantoro,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Di sekelilingnya, Bindy melihat beberapa apartemen milik masyarakat lokal mulai ambruk.

"Kalau yang di agak jauh dari situ hotel-hotel agak kokoh, tapi kalau yang apartemen gitu udah ambruk," cerita dia.

Padahal, Bindy berkata, banyak masyarakat Turkiye yang menetap di apartemen. Bukan di rumah-rumah seperti halnya di Indonesia.

Tak lama, mobil pemadan kebakaran hingga ambulance mulai lalu-lalang.

Baca juga: Ramai soal Kilat Cahaya Sebelum Gempa Turkiye Disebut HAARP, Ini Kata BMKG

Hotel retak, plafon roboh

Setelah berhasil mengamankan diri ke bus rombongannya, suami Bindy harus mengevakuasi koper mereka yang masih tertinggal di kamar hotel.

Saat mengambil barangnya, suami Bindy mengatakan bahwa tembok hotel sudah retak. Bahkan beberapa plafon roboh dan menyesaki tangga hotel.

"Yang masuk ke hotel ke kamar itu suamiku, langsung ke lantai 5 evakuasi koper. Pas mau masuk kamar itu pintu kamar sudah susah dibuka pintunya," terang Bindy.

Sebab, pintu kamar hotel itu sudah terhimpit oleh dinding di atasnya yang nyaris roboh.

Setelah sedikit didobrak, pintu terbuka dan suami Bindy segera mengemasi barang mereka ke dalam kopernya.

Baca juga: Sejarah Cappadocia, Saksi Bisu Kehidupan Era Byzantium

Meskipun dinding hotel retak dan plafon berjatuhan, listrik di hotel tempat Bindy menginap masih menyala.

"Untungnya listriknya masih nyala. Jadi hebatnya gitu. Padahal udah banyak yang runtuh," ungkap Bindy.

Bindy dan rombongan kemudian memutuskan untuk meninggalkan kota tersebut. Mereka bergegas ke Turkiye bagian barat menuju ke Capadokia.

Seluruh rombongan, termasuk Bindy berhasil selamat.

Baca juga: Ramai soal Kilat Cahaya Sebelum Gempa Turkiye Disebut HAARP, Ini Kata BMKG

Terjebak kemacetan

Mesut Hancer memegang tangan putrinya, Irmak (15), yang tewas dalam gempa Turki atau Turkiye di Kahramanmaras, Selasa (7/2/2023), sehari usai gempa bermagnitudo 7,8 mengguncang wilayah itu dan menewaskan 9.500 orang hingga Rabu (8/2/2023).AFP/ADEM ALTAN Mesut Hancer memegang tangan putrinya, Irmak (15), yang tewas dalam gempa Turki atau Turkiye di Kahramanmaras, Selasa (7/2/2023), sehari usai gempa bermagnitudo 7,8 mengguncang wilayah itu dan menewaskan 9.500 orang hingga Rabu (8/2/2023).

Satu jam setelah gempa, Bindy dan rombongan meninggalkan Gaziantep. Namun, mereka terjebat kemacetan parah.

Menurut Bindy, banyak warga lokal banyak yang memilih tinggal di dalam mobil mereka mencari perempatan-perempatan besar yang jauh dari gedung-gedung bertingkat untuk parkir.

"Mereka diem di dalam mobil karena enggak mungkin kalau di luar, bakalan beku ya," kata Bindy.

"Mereka di dalam mobil menuhin semua perempatan yang ada," imbuhnya.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Sesar dan Jenis-jenisnya...

Kemacectan tidak hanya disebabkan oleh banyaknya wargan yang parkir di jalan, tetapi juga reruntuhan batuan.

Lantaran di kelilingi oleh pengunungan bebatuan, gempa membuat batu-batu berguguran dan memutus akses.

Bindy sempat menyaksikan sebuah mobil terhantam batu hingga penyok dan terbanting ke tepi jurang.

"Itu macet banget hampir 4 jam cuma buat mau keluar dari kotanya," tandasnya.

Baca juga: Mengintip Masjid Sayyidah Zainab di Damaskus yang Selamat dari Gempa M 7,8 Turkiye-Suriah

Banyak korban meninggal kedinginan

Tim darurat mencari orang-orang yang tertimpa reruntuhan bangunan usai gempa Turki atau Turkiye di Gaziantep, Senin (6/2/2023). Hingga Selasa (7/2/2023), jumlah korban tewas di Turkiye dan Suriah mencapai lebih dari 5.000 jiwa.AP PHOTO/MUSTAFA KARALI Tim darurat mencari orang-orang yang tertimpa reruntuhan bangunan usai gempa Turki atau Turkiye di Gaziantep, Senin (6/2/2023). Hingga Selasa (7/2/2023), jumlah korban tewas di Turkiye dan Suriah mencapai lebih dari 5.000 jiwa.

Menurut Bindy, salah satu penyebab banyaknya warga yang meninggal dunia akibat gempa Turkiye adalah karena hipotermia.

"Di sini korban-korban yang keruntuhan itu sebenernya kebanyakan meninggal karena hipotermia," kata dia.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com