Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Kemenkes Belum Tetapkan KLB pada Kasus Chiki Ngebul

Kompas.com - 14/01/2023, 09:07 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Korban keracunan "chiki ngebul" yang dialami anak-anak di berbagai daerah di Indonesia terus bertambah.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerima laporan terbaru bahwa korban keracunan "chiki ngebul" bertambah satu orang di Jawa Timur.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Penyehatan Lingkungan Kemenkes Anas Maruf dalam konferensi pers, Kamis (12/1/2023).

"Di bulan Januari ini kita barusan dapat laporan 1 kasus di Jawa Timur. Ini sedang kita lengkapi data-datanya," ujar Anas.

Kendati demikian, Kemenkes belum menetapkan keracunan "chiki ngebul" yang disebabkan oleh nitrogen cair sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Baca juga: Buntut Kasus Keracunan Chiki Ngebul, Ini Gejala dan Imbauan dari Kemenkes

Baca juga: Buntut Kasus Keracunan Chiki Ngebul, Ini Gejala dan Imbauan dari Kemenkes

Lantas, apa alasannya?

Peningkatan kasus

Anas menjelaskan bahwa status KLB harus melihat besaran persoalan sesuai dengan peraturan yang ada.

"Penetapan KLB dilakukan oleh pemerintah daerah kemudian segala sesuainya mengikuti segala ketentuan yang berlaku," katanya.

Terkait keracunan chiki ngebul, ia menyampaikan bahwa kasus ini sifatnya masih sporadis atau hanya di beberapa daerah secara menyebar.

Ia juga menuturkan, konsep KLB yang sebenarnya adalah peningkatan kasus dari nol atau tidak ada menjadi ada.

Baca juga: Bocah Terbakar Usai Jajan Ice Smoke, Apakah Nitrogen Dapat Terbakar?

Pemantauan keracunan makanan

Jajanan Chiki Ngebul atau CibulAntarafoto; Antarajabar/Rena Puji Wahyuni Jajanan Chiki Ngebul atau Cibul

Anas menyampaikan, Kemenkes telah melakukan pemantauan terhadap kasus keracunan makanan setiap tahunnya, termasuk "chiki ngebul".

Setiap tahun tercatat 200-300 kasus keracunan makanan karena mikrobiologi, tercemar bakteri, atau zat-zat tertentu.

"KLB yang sifatnya lokal keracunan pangan itu kami punya lapoirannya dan setiap tahun kita data," terang Anas.

"Misalnya karena di event suatu masyarakat ada makanan kemudian (korban) muntah-muntah. Kami ada laporannya," sambung dia.

Baca juga: Es Krim Haagen-Dazs dan Bahaya Paparan Etilen Oksida

Tetapi, selama 2019-2021, pihaknya tidak menerima dan sudah memastikan keracunan chiki ngebul tidak ada.

Hal tersebut didasarkan pada laporan rumah sakit maupun di sistem pelaporan KLB.

Kasus "chiki ngebul" pertama terdeteksi di Desa Ngasinan, Kecamatan Jetis, Ponorogo yang dialami oleh seorang anak pada tahun 2022 lalu.

"Kasusnya memang baru ada di tahun 2022," kata Anas.

Baca juga: Tentang Obat Sirup yang Mengandung Etilen Glikol dan Alternatifnya

Penetapan KLB

Pertolongan pertama keracunan nitrogen chiki ngebul bisa diberikan untuk menghindari kondisi yang lebih parah.Shutterstock/Onlyshaynestockphoto Pertolongan pertama keracunan nitrogen chiki ngebul bisa diberikan untuk menghindari kondisi yang lebih parah.

Anas mengatakan, jajaran dinas kesehatan di provinsi, kabupaten/ kota, sampai puskesmas selalu melaporkan peningkatan kasus dari nol atau tidak ada menjadi ada melalui pelaporan KLB dalam waktu 1x24 jam.

"KLB itu dalam pengertian kita di dalam Peraturan Menteri Kesehatan itu adalah kejadian di mana adanya peningkatan kejadian atau kasus dalam kurun waktu tertentu dari ada menjadi ada," katanya.

Tetapi, penetapan status tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah apabila mendeteksi peningkatan kasus secara terus-menerus.

"Katakanklah kejadian diare kemudian kok jumlahnya meluas dan terus-menerus, boleh ditetapkan KLB," ujar Anas.

Meski Kemenkes belum menetapkan status KLB atas keracunan "chiki ngebul", pihaknya terus melakukan pemantauan.

Untuk sementara waktu, Kemenkes memgeluarkan imbauan kewaspadaan terkait keracunan "chiki ngebul" yang disebabkan oleh konsumsi pangan siap saji menggunakan nitrogen cair.

Baca juga: Apa Itu Etilen Oksida dan Bahayanya jika Tertelan Tubuh?

Langkah Kemenkes

Kemenkes telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor KL.02.02:C:90:2023 Tentang Pengawasan Terhadap Penggunaan Nitrogen Cair Pada Produk Pangan Siap Saji.

Ada beberapa poin yang disampaikan Kemenkes kepada dinas kesehatan provinsi, kabupaten/ kota, puskesmas, dan fasilitas kesehatan lainnya.

Berikut instruksi Kemenkes:

  • Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Puskesmas dan B/BTKLPP serta Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap produk pangan siap saji yang menggunakan nitrogen cair yang beredar di masyarakat di wilayah kerjanya
  • Memberikan edukasi kepada pelaku usaha dan pihak-pihak terkait terhadap bahaya nitrogen cair terhadap pangan siap saji
  • Memberikan edukasi kepada sekolah-sekolah, anak-anak dan masyarakat terhadap bahaya nitrogen cair pada pangan siap saji
  • Untuk restoran yang menggunakan nitrogen cair pada produk pangan siap saji harus di bawah pembinaan dan pengawasan dari Dinas Kesehatan setempat dan pihak terkait serta diberikan informasi cara konsumsi yang aman kepada konsumen
  • Tempat Pengelolaan Pangan (TPP) selain restoran, seperti gerai pangan jajanan keliling tidak direkomendasikan menggunakan nitrogen cair pada produk pangan siap saji yang dijual
  • Jika terjadi keracunan pangan yang disebabkan penambahan nitrogen cair agar dilakukan investigasi oleh Tim Gerak Cepat (TGC) sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2013 tentang KLB Keracunan Pangan.
  • Rumah sakit berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat dan memberikan laporan apabila terjadi KLB keracunan pangan yang disebabkan oleh nitrogen cair.

Baca juga: Berikut Perbedaan Lockdown dan Status KLB Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa 'Kerja' untuk Bayar Kerugian

Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa "Kerja" untuk Bayar Kerugian

Tren
Imbas Gunung Ruang Kembali Erupsi, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup Sementara hingga Besok

Imbas Gunung Ruang Kembali Erupsi, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup Sementara hingga Besok

Tren
4 Keputusan Wasit Shen Yinhao yang Dianggap Merugikan Timnas di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

4 Keputusan Wasit Shen Yinhao yang Dianggap Merugikan Timnas di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Kronologi Kecelakaan Motor Harley-Davidson di Probolinggo, Dokter dan Istrinya Jadi Korban

Kronologi Kecelakaan Motor Harley-Davidson di Probolinggo, Dokter dan Istrinya Jadi Korban

Tren
Ramai soal Setop Imunisasi Anak, Apa Dampaknya pada Tubuh Si Kecil?

Ramai soal Setop Imunisasi Anak, Apa Dampaknya pada Tubuh Si Kecil?

Tren
Analogi Shin Tae Yong dan Wibisana

Analogi Shin Tae Yong dan Wibisana

Tren
Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke Olimpiade Paris 2024, Ini Skenarionya

Indonesia Masih Berpeluang Lolos ke Olimpiade Paris 2024, Ini Skenarionya

Tren
Indonesia Mulai Memasuki Musim Kemarau, Kapan Puncaknya?

Indonesia Mulai Memasuki Musim Kemarau, Kapan Puncaknya?

Tren
Ilmuwan Pecahkan Misteri 'Kutukan Firaun' yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Ilmuwan Pecahkan Misteri "Kutukan Firaun" yang Tewaskan 20 Orang Saat Membuka Makam Tutankhamun

Tren
3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

3 Keputusan VAR yang Dinilai Rugikan Garuda Muda di Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pemerhati Kritisi Persoalan Komunikasi dan Transparansi

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Kelapa Muda? Ini Kata Ahli

Tren
Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Kata Media Asing soal Kekalahan Indonesia dari Uzbekistan, Soroti Keputusan Kontroversial Wasit

Tren
Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Pengakuan Guru SLB soal Alat Belajar Tunanetra yang Ditahan Bea Cukai

Tren
Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Ikan Kembung, Tuna, dan Salmon, Mana yang Lebih Baik untuk MPASI?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com