KOMPAS.com - Sebuah utas mengenai mahasiswi UNY dari keluarga miskin yang meninggal saat berjuang meminta keringanan UKT, viral di media sosial.
UKT adalah uang kuliah tunggal atau SPP yang harus dibayarkan mahasiswa tiap semesternya.
Utas tersebut diunggah oleh akun Twitter Ganta Semendawai (@rgantas) pada Rabu (11/1/2023).
Di antara semua kepahitan kisah mahasiswa UNY yang saya kenal, mungkin ini cerita yg paling getir. Cerita ini tentang seorang perempuan kecil. Sayang ia tak bisa mengisahkan kepada pembaca secara langsung, karna tepat 9 Maret 2022 ia telah meninggal dunia.
[A Thread & Kenangan] pic.twitter.com/qSCbP47Foy
— Ganta Semendawai (@rgantas) January 11, 2023
Hingga Jumat (13/1/2023) unggahan tersebut telah mencapai 2,9 juta penayangan, di-retweet 14.700 kali dan disukai hampir 50.000 warganet.
Disebutkan dalam unggahan itu, mahasiswi dari keluarga miskin berinisial RNF asal Purbalingga, Jawa Tengah itu harus menanggung biaya UKT Rp 3,14 juta tiap semesternya.
UKT RNF tersebut termasuk dalam UKT Kategori VI. Sebagai mahasiswi dari keluarga miskin, RNF seharusnya masuk kategori UKT II (Rp 1.000.000) atau UKT I (Rp 500.000).
Baca juga: Mahasiswi UNY dari Keluarga Miskin di Purbalingga Ini Meninggal Saat Perjuangkan Keringanan UKT
Menurut utas Ganta, RNF harus menanggung UKT hingga Rp 3,14 juta karena tidak lengkap saat menyertakan berkas-berkas pendaftaran.
Saat diminta mengunggah beberapa berkas, ia tidak punya laptop, sehingga ia meminjam ponsel tetangganya. Karena melalui ponsel yang seadannya, tidak semua berkas terunggah.
"Akhirnya ia tidak bisa mengupload berkas-berkas yang diminta. Ia mengira inilah alasan mengapa nominal UKTnya melonjak," tulis Ganta.
RNF berusaha keras mencapai cita-citanya meskipun lahir dari keluarga miskin.
Orangtua RNF sehari-hari berjualan sayur menggunakan gerobak untuk menghidupi RNF dan keempat adiknya.
Sejak masih sekolah RNF turut membantu ekonomi keluarga dengan berjualan susu jeli, teh tarik, bakso, dan sosis.
Dia menyadari dengan kuliah di perguruan tinggi bisa menjadi jalan mengubah nasibnya.
Selama kuliah dia tak meminta uang pada orangtuanya. Dia bekerja paruh waktu untuk mencukupi hidup sehari-hari selama perkuliahan.
Dia juga tak menggunakan kendaraan selama di Jogja. Dia rela berjalan dari kosnya di Pogung hingga Jalan Colombo, tempat dia berkuliah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.