Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alasan Kemenkes Belum Tetapkan KLB pada Kasus Chiki Ngebul

KOMPAS.com - Korban keracunan "chiki ngebul" yang dialami anak-anak di berbagai daerah di Indonesia terus bertambah.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerima laporan terbaru bahwa korban keracunan "chiki ngebul" bertambah satu orang di Jawa Timur.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Penyehatan Lingkungan Kemenkes Anas Maruf dalam konferensi pers, Kamis (12/1/2023).

"Di bulan Januari ini kita barusan dapat laporan 1 kasus di Jawa Timur. Ini sedang kita lengkapi data-datanya," ujar Anas.

Kendati demikian, Kemenkes belum menetapkan keracunan "chiki ngebul" yang disebabkan oleh nitrogen cair sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Lantas, apa alasannya?

Peningkatan kasus

Anas menjelaskan bahwa status KLB harus melihat besaran persoalan sesuai dengan peraturan yang ada.

"Penetapan KLB dilakukan oleh pemerintah daerah kemudian segala sesuainya mengikuti segala ketentuan yang berlaku," katanya.

Terkait keracunan chiki ngebul, ia menyampaikan bahwa kasus ini sifatnya masih sporadis atau hanya di beberapa daerah secara menyebar.

Ia juga menuturkan, konsep KLB yang sebenarnya adalah peningkatan kasus dari nol atau tidak ada menjadi ada.

Anas menyampaikan, Kemenkes telah melakukan pemantauan terhadap kasus keracunan makanan setiap tahunnya, termasuk "chiki ngebul".

Setiap tahun tercatat 200-300 kasus keracunan makanan karena mikrobiologi, tercemar bakteri, atau zat-zat tertentu.

"KLB yang sifatnya lokal keracunan pangan itu kami punya lapoirannya dan setiap tahun kita data," terang Anas.

"Misalnya karena di event suatu masyarakat ada makanan kemudian (korban) muntah-muntah. Kami ada laporannya," sambung dia.

Tetapi, selama 2019-2021, pihaknya tidak menerima dan sudah memastikan keracunan chiki ngebul tidak ada.

Hal tersebut didasarkan pada laporan rumah sakit maupun di sistem pelaporan KLB.

Kasus "chiki ngebul" pertama terdeteksi di Desa Ngasinan, Kecamatan Jetis, Ponorogo yang dialami oleh seorang anak pada tahun 2022 lalu.

"Kasusnya memang baru ada di tahun 2022," kata Anas.

Anas mengatakan, jajaran dinas kesehatan di provinsi, kabupaten/ kota, sampai puskesmas selalu melaporkan peningkatan kasus dari nol atau tidak ada menjadi ada melalui pelaporan KLB dalam waktu 1x24 jam.

"KLB itu dalam pengertian kita di dalam Peraturan Menteri Kesehatan itu adalah kejadian di mana adanya peningkatan kejadian atau kasus dalam kurun waktu tertentu dari ada menjadi ada," katanya.

Tetapi, penetapan status tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah apabila mendeteksi peningkatan kasus secara terus-menerus.

"Katakanklah kejadian diare kemudian kok jumlahnya meluas dan terus-menerus, boleh ditetapkan KLB," ujar Anas.

Meski Kemenkes belum menetapkan status KLB atas keracunan "chiki ngebul", pihaknya terus melakukan pemantauan.

Untuk sementara waktu, Kemenkes memgeluarkan imbauan kewaspadaan terkait keracunan "chiki ngebul" yang disebabkan oleh konsumsi pangan siap saji menggunakan nitrogen cair.

Langkah Kemenkes

Kemenkes telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor KL.02.02:C:90:2023 Tentang Pengawasan Terhadap Penggunaan Nitrogen Cair Pada Produk Pangan Siap Saji.

Ada beberapa poin yang disampaikan Kemenkes kepada dinas kesehatan provinsi, kabupaten/ kota, puskesmas, dan fasilitas kesehatan lainnya.

Berikut instruksi Kemenkes:

https://www.kompas.com/tren/read/2023/01/14/090700165/alasan-kemenkes-belum-tetapkan-klb-pada-kasus-chiki-ngebul

Terkini Lainnya

Daftar Provinsi yang Menggelar Pemutihan Pajak Kendaran Mei 2024

Daftar Provinsi yang Menggelar Pemutihan Pajak Kendaran Mei 2024

Tren
Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Tren
Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

Tren
NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke