Dikutip dari laman Kompas.com, toilet ramah lingkungan pertama kali diresmikan pada Minggu 12 September 2010 di KA Argo Lawu jurusan Jakarta-Solo.
"PT KA selalu berusaha memperbaiki mutu pelayanan tidak hanya kepada penumpang tetapi juga kepada lingkungan sesuai dengan misi kereta api yakni untuk memberikan nilai tambah yang tinggi bagi kelestarian lingkungan," ujar Direktur Utama PT KAI saat itu, Ignasius Jonan sebagaimana dikutip dari Kompas.com, 12 September 2010.
Direktur Utama PT Industri Kereta Api (Inka) Roos Diatmoko saat itu mengatakan, gagasan teknologi toilet ramah lingkungan telah diajukan ke PT KAI sejak 1995.
Namun ide tersebut baru dapat direalisasikan pada 2009.
Toilet ramah lingkungan mengacu pada prinsip bersih, tidak menimbulkan bau, dan higienis. Limbah diproses dengan mikrobakteri sebelum dibuang di track (jalur) kereta api.
Karakteristik mikrobakteri yang dipilih harus sudah banyak tersedia di pasaran sekarang. Dengan kapasitas 100 gram mikrobakteri, toilet mampu menghancurkan kotoran manusia padat seberat 1 kilogram dalam waktu delapan jam.
Menurut Roos, mengacu seperti di Jepang, di setiap stasiun semestinya terdapat pengolahan limbah dari setiap toilet kereta api.
Pembilasan dan sanitasi toilet ramah lingkungan kereta api secara sederhana memadukan sistem pembilasan (flushing) dan sanitasi.
Sistem pembilasan menggunakan udara bertekanan untuk mengalirkan limbah toilet ke tangki penampungan. Berikutnya, dengan sistem sanitasi di dalam tangki penampungan terjadi proses penguraian atau dekomposisi limbah.
Di dalam tangki penampungan disediakan jalur pengisian mikrobakteri.
”Tidak ada pembuangan kotoran sebelum diproses mikrobakteri,” kata Roos.
Mikrobakteri di dalam tangki penampungan pada prinsipnya menguraikan limbah padat menjadi gas dan cairan.
Limbah gas dan cairan ini tergolong ramah lingkungan karena tidak berbau ketika harus dibuang di jalur jalan kereta api.
Proses dekomposisi limbahnya secara aerobic biodegradation atau kinerja mikrobakteri yang membolehkan terkontaminasi dengan udara luar. Menurut Roos, mikrobakteri tidak membutuhkan perawatan kecuali penambahannya.
”Mikrobakteri juga diutamakan yang tahan odor dan desinfektan,” kata Roos.
Di dalam tangki penampungan terdapat bahan organik ijuk yang berfungsi sebagai filter atau penyaring limbah padat.
Di dalam bahan filter itulah terjadi dekomposisi limbah oleh mikrobakteri. Limbah padat yang sudah terdekomposisi akan menjadi cairan.
Selanjutnya, dekomposisi limbah ini didistribusikan ke instalasi pengolahan limbah di setiap stasiun pemberhentian.