Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pengacara Tetap Membela Orang yang Salah?

Kompas.com - 18/10/2022, 09:05 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat terjadi kasus dugaan tindak pidana, seorang tersangka atau terdakwa biasanya didampingi pengacara.

Tak jarang, dalam benak masyarakat tersirat pertanyaan mengapa pengacara masih membela orang yang salah.

Pertanyaan tersebut muncul lantaran tersangka atau terdakwa tampak benar-benar melakukan kesalahan, meski pengadilan belum menjatuhkan putusan.

Lantas, mengapa pengacara tetap membela orang yang salah?

Baca juga: Mengenal Profesi Advokat: Pengertian, Tugas, serta Hak dan Kewajiban


Hak tersangka dan terdakwa

Tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk didampingi oleh pengacara atau penasihat hukum.

Hal ini sesuai dengan Pasal 54 dan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni:

Pasal 54 KUHAP

"Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini."

Pasal 55 KUHAP

"Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya."

Sementara itu, definisi tersangka sendiri adalah seseorang yang karena perbuatan atau keadaan berdasarkan bukti permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Sedangkan, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.

Penasihat hukum bahkan bisa disediakan oleh negara apabila tersangka atau terdakwa diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman mati maupun penjara 15 tahun atau lebih.

Negara melalui pejabat bersangkutan juga wajib menunjuk penasihat hukum bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih tetapi tidak mampu.

Baca juga: Mengapa Hakim Dipanggil “Yang Mulia”? Ini Penjelasannya

Mengapa membela orang yang salah?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat, pengacara atau advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum.

Dalam menjalankan tugas profesinya, pengacara dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.

Namun dalam Pasal 3 huruf a Kode Etik Advokat, mereka dapat menolak karena tidak sesuai dengan keahlian atau bertentangan dengan hati nurani.

Adapun terkait membela orang yang bersalah, hukum acara pidana menganut asas praduga tak bersalah.

Asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni:

"Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap."

 Baca juga: Apa Itu Upaya Hukum Banding?

Dengan demikian, meski masyarakat menganggap bersalah, tersangka atau terdakwa tetap dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Hal ini berarti bahwa bersalah atau tidaknya seseorang hanya ditentukan oleh putusan hakim.

Selain itu, seperti dikutip Indonesiabaik.id, pengacara yang membela tersangka atau terdakwa "bersalah" tidak semata-mata agar bebas dari semua tuntutan.

Melainkan, demi menjadi penasihat atau pendamping dalam menghadapi proses pengadilan dan melindungi hak-hak yang dimiliki tersangka atau terdakwa agar tidak dilanggar.

Pasalnya, tidak jarang tersangka atau terdakwa mendapat perlakuan semena-mena dari oknum, terutama mereka yang tidak mengerti proses hukum.

Baca juga: Siapa Sosok Dewi Keadilan? Ini Penjelasan Lengkapnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com