Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ade Wirasenjaya
Dosen

Pengamat isu sosial-politik Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Politik Suporter dan Suporter Politik

Kompas.com - 05/10/2022, 10:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELALU ada kecemasan jika ada pertandingan sepak bola di kota kami, Yogyakarta. Biasanya kami segera berbagi info di grup Whatsapp (WA) tetangga, kantor, dan grup orang tua siswa jika sore atau malam hari ada pertandingan sepak bola.

Entahlah, mengapa kami bergitu takut akan suporter bola yang perilakunya dari dulu begitu-begitu saja: gemar mengokupasi jalan raya dengan konvoi kendaraan sambil menghidupkan suara mesin motor dengan keras.

Tak jarang mereka menampilkan dirinya secara beringas, seolah ruang kota menjadi milik mereka. Apalagi jika tim bola kesayangan anak-anak remaja tanggung itu menelan kekalahan, sudah dipastikan kota akan tambah mencekam.

Baca juga: Malam Ini, Berbagai Elemen Suporter Persis Solo Ikuti Doa Bersama Suporter Yogyakarta

Kepada anak-anak kami yang pulang sekolah, kami selalu berpesan agar menghindari ruas-ruas jalan yang dilalui para suporter bola itu. Kami sungguh takut dan cemas. Bahkan untuk menggunakan pakaian dengan warna yang serupa dengan warna rival klub mereka, kami merasa sangat takut.

Kesamaan suporter bola dan pendukung partai politik

Kecemasan serupa kami rasakan jika ada acara politik di kota kami. Entah itu acara ulang tahun partai, apalagi kampanye, suasana kota yang punya slogan "Berhati Nyaman" itu berubah menjadi "Berhenti Nyaman".

Motor meraung-raung, bendera partai dikibar-kibarkan tanpa arah yang jelas. Mereka begitu bebasnya beraksi di jalan-jalan kota, tanpa hirau dengan pengguna jalan lainnya.

Kadang wajah mereka begitu sangar, entah dari partai yang berlogo hewan atau simbol agama. Begitulah, acara bola dan acara politik di kota selalu saja bukan saat yang bisa kami nikmati sebagai warga kota.

Ada kesamaan antara suporter bola dan para pendukung partai politik rupanya. Mereka selalu merasa kuat ketika ada dalam kerumunan massa. Makin besar jumlah mereka, mereka semakin berani.

Seolah ada keyakinan di benak massa itu: jika kami banyak, tak ada yang berani melawan, biar pun melanggar aturan. Nyatanya memang aparat sering kalah jumlah.

Satu-satunya jalan hanya membiarkan semua itu terjadi. Masyarakat juga hanya bisa pasrah dan paling mencuit kesal lewat media sosial.

Jika ritual pilkada tiba, ruang kota hanya berisi baliho ukuran raksasa di berbagai sudut kota. Foto-foto para tokoh politik seperti alien yang tiba-tiba mengepung kota. Mereka tersenyum memakai busana yang amat rapi dan kadang terlihat religius sambil mencantumkan nomor urut dan deretan logo partai pendukung.

Tak lupa pula janji dan imajinasi tentang "kehidupan yang gemah ripah loh jinawi" mereka sertakan dalam poster dan baliho itu.

Kota dikepung sampah visual, bersaing dengan papan iklan yang semakin menambah sumpek panorama kota.

Baca juga: 4 Rekomendasi Film tentang Fanatisme Suporter

Tahun 2024 negeri ini akan kembali menghelat pemilu. Kini mulai terasa sejumlah partai sudah ancang-ancang menyiapkan berbagai acara. Partai-partai politik yang memiliki massa besar akan siap-siap membuat acara terbuka.

Judulnya macam-macam: dari silaturahmi, ulang tahun hingga konsolidasi. Apapun judulnya, akan selalu diikuti oleh perilaku suporter politik yang sama.

Di negeri ini, politik suporter masih sering dikapitalisasi oleh kalangan elite partai. Mereka selalu berdalih bahwa itu bagian dari bentuk kecintaan dan solidaritas.

Beruntunglah di Jogja tidak ada pilihan gubernur, lumayan sedikit mengurangi polusi suara, polusi udara, dan polusi kata-kata.

Pemilu ibarat pertanding bola

Pemilihan umum (pemilu) ibarat pertandingan bola. Selalu ada "siasat" untuk mengakali pertandingan. Jika hasilnya kemenangan mereka akan menyebut wasit sudah sangat bagus dan kompeten. Kekalahan selalu dicari biang keroknya: sistem yang tidak fair, suap atau karena perhitungan yang manipulatif.

Bedanya, dalam pertandingan bola kita masih bisa berharap pada VAR untuk menilai jalannya pertandingan dan mengesahkan kemenangan. Dalam politik, apa yang bisa diharapkan untuk membangun kompetisi yang fair?

Barangkali saatnya setiap elite politik memiliki komitmen tinggi untuk menertibkan para suporter politik mereka.

Kepada pemerintah sebagai penyelenggara pemilu, saatnya juga untuk menegakan aturan supaya politik tak cuma melulu soal kalah menang dalam kontestasi, tetapi soal bagaimana bangsa ini bertransformasi dari kultur purba menuju kultur yang lebih adil dan beradab.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Tren
Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Tren
Berapa Gaji Komite BP Tapera? Ada Menteri Basuki dan Sri Mulyani

Berapa Gaji Komite BP Tapera? Ada Menteri Basuki dan Sri Mulyani

Tren
Daftar Orang Terkaya Indonesia Versi Forbes dan Bloomberg Akhir Mei 2024

Daftar Orang Terkaya Indonesia Versi Forbes dan Bloomberg Akhir Mei 2024

Tren
Cara Download Aplikasi JMO (Jamsostek Mobile), Bayar Iuran BPJS Ketenagakerjaan Jadi Lebih Mudah

Cara Download Aplikasi JMO (Jamsostek Mobile), Bayar Iuran BPJS Ketenagakerjaan Jadi Lebih Mudah

Tren
Syarat Kredit Rumah Pakai Tapera dan Kelompok Prioritas Penerimanya

Syarat Kredit Rumah Pakai Tapera dan Kelompok Prioritas Penerimanya

Tren
Biar Ibadah Haji Lancar, Ini 4 Hal yang Wajib Dipersiapkan Jemaah

Biar Ibadah Haji Lancar, Ini 4 Hal yang Wajib Dipersiapkan Jemaah

BrandzView
Israel Klaim Kuasai Koridor Philadelphia, Berisi Terowongan untuk Memasok Senjata ke Hamas

Israel Klaim Kuasai Koridor Philadelphia, Berisi Terowongan untuk Memasok Senjata ke Hamas

Tren
KCIC Luncurkan Frequent Whoosher Card untuk Penumpang Kereta Cepat, Tiket Bisa Lebih Murah

KCIC Luncurkan Frequent Whoosher Card untuk Penumpang Kereta Cepat, Tiket Bisa Lebih Murah

Tren
Intip Kehidupan Mahasiswa Indonesia di UIM Madinah, Beasiswa '1.000 Persen' dan Umrah Tiap Saat

Intip Kehidupan Mahasiswa Indonesia di UIM Madinah, Beasiswa "1.000 Persen" dan Umrah Tiap Saat

Tren
Mengenal Penyakit Multiple Sclerosis, Berikut Gejala dan Penyebabnya

Mengenal Penyakit Multiple Sclerosis, Berikut Gejala dan Penyebabnya

Tren
Kenali Perbedaan SIM C, SIM C1, dan SIM C2

Kenali Perbedaan SIM C, SIM C1, dan SIM C2

Tren
Apakah Dana Tapera Bisa Dicairkan? Ini Mekanisme dan Syaratnya

Apakah Dana Tapera Bisa Dicairkan? Ini Mekanisme dan Syaratnya

Tren
SYL Beri Nayunda Nabila Kalung Emas dan Tas Mewah Pakai Uang Kementan

SYL Beri Nayunda Nabila Kalung Emas dan Tas Mewah Pakai Uang Kementan

Tren
Mahasiswa UM Palembang Diduga Plagiat Skripsi Lulusan Unsri, Kok Bisa?

Mahasiswa UM Palembang Diduga Plagiat Skripsi Lulusan Unsri, Kok Bisa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com