Di negeri ini, politik suporter masih sering dikapitalisasi oleh kalangan elite partai. Mereka selalu berdalih bahwa itu bagian dari bentuk kecintaan dan solidaritas.
Beruntunglah di Jogja tidak ada pilihan gubernur, lumayan sedikit mengurangi polusi suara, polusi udara, dan polusi kata-kata.
Pemilihan umum (pemilu) ibarat pertandingan bola. Selalu ada "siasat" untuk mengakali pertandingan. Jika hasilnya kemenangan mereka akan menyebut wasit sudah sangat bagus dan kompeten. Kekalahan selalu dicari biang keroknya: sistem yang tidak fair, suap atau karena perhitungan yang manipulatif.
Bedanya, dalam pertandingan bola kita masih bisa berharap pada VAR untuk menilai jalannya pertandingan dan mengesahkan kemenangan. Dalam politik, apa yang bisa diharapkan untuk membangun kompetisi yang fair?
Barangkali saatnya setiap elite politik memiliki komitmen tinggi untuk menertibkan para suporter politik mereka.
Kepada pemerintah sebagai penyelenggara pemilu, saatnya juga untuk menegakan aturan supaya politik tak cuma melulu soal kalah menang dalam kontestasi, tetapi soal bagaimana bangsa ini bertransformasi dari kultur purba menuju kultur yang lebih adil dan beradab.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.