KOMPAS.com - Kericuhan di laga sepak bola Indonesia kembali terjadi, kali ini berimbas pada melayangnya ratusan nyawa.
Kerusuhan terjadi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya pada Sabtu (1/10/2022) malam di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Dilansir dari pemberitaan Kompas.com (2/10/2022), kekalahan tuan rumah dengan skor 2-3 memantik emosi para suporter Arema hingga mereka terjun ke lapangan.
Alhasil, para pemain pun berlari menuju ruang ganti usai wasit meniup peluit tanda pertandingan berakhir.
Akibat kericuhan ini, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengungkapkan, setidaknya ada 127 orang meninggal.
"Dalam kejadian tersebut telah meninggal 127 orang, dua di antaranya anggota Polri," kata dia dalam konferensi pers di Malang, dilansir dari Kompas.com, Minggu (2/10/2022).
Kericuhan di laga Arema FC dan Persebaya bukan kali ini terjadi. Kedua pendukung klub sepak bola asal Jawa Timur tersebut merupakan rivalitas sejak lama.
Lantas, bagaimana awal mula rivalitas keduanya?
Baca juga: Tagar Kanjuruhan Trending di Twitter, Apa yang Terjadi?
Bonek, sebutan bagi suporter Persebaya Surabaya, merupakan akronim dari bondho nekat atau modal nekat.
Dikutip dari Kompas.com (11/4/2021), penyebutan Bonek bermula dari kompetisi perserikatan musim 1987-1988.
Kala itu, Persebaya lolos ke final dan akan melawan Persija Jakarta di Stadion Utama Gelora Bung Karno (dulu bernama Stadion Senayan), Jakarta.
Bukan hal biasa bagi suporter saat itu untuk mendukung perjuangan tim dengan datang langsung ke stadion yang berada di kota lain.
Untuk itu, Bonek disebut sebagai pendukung yang memulai tradisi mendukung di kandang lawan.
Di sisi lain, kelahiran Aremania tidak lepas dari lahirnya Arema 86 pada 1986, yang didirikan oleh Jenderal (Purn) Acub Zaenal.
Disitat dari Jurnal LP3I Bandung (2015), Acub Zaenal berinsiatif menyalurkan energi pemuda-pemuda Malang ke Stadion Gajayana.