Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Fenomena Quiet Quitting yang Sedang Tren di Dunia Kerja

Kompas.com - 31/08/2022, 20:05 WIB
Alinda Hardiantoro,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Fenomena quiet quitting bisa dibilang berlawanan dengan hustle culture.

Dikutip dari New Yosk Post, konsep quiet quitting berasal China tepatnya pada tahun lalu.

Di sana, konsep ini dikenal dengan lying flat atau tang ping, yaitu fenomena gelombang pekerja muda yang memberontak terhadap konsep jam kerja yang panjang dan sulit di China.

Tren ini dimulai pada April 2021 ketika sebuah posting online tentang konsep tersebut viral di media sosial.

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal Uang Kompensasi bagi Pekerja PKWT

Penyebab munculnya quiet quitting

Dilansir dari Kompas.com (31/8/2022), kemunculan fenomena quiet quitting disebabkan adanya perubahan pola pikir yang dialami para pekerja muda selama masa pandemi Covid-19.

Pola pikir ini berikaitan erat dengan perubahan budaya tempat kerja yang menggunakan sistem work from home (WFH) maupun hybrid.

Direktur Pelaksana Randstad Jaya Dass mengatakan, selama pandemi semakin banyak pekerja muda yang merasa tidak mendapatkan pengakuan dan kompensasi dari kantornya karena telah bekerja secara ekstra.

Minimnya apresiasi dan lingkungan kerja yang kurang bersahabat dianggap menjadi salah satu faktor munculnya quiet quitting.

Jaya menambahkan bahwa quiet quitting juga bisa datang dari rasa putus asa yang muncul dengan kondisi saat ini, seperti peningkatan inflasi, biaya hidup tinggi, hingga pendapatan yang tidak ideal.

Baca juga: Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA, S1, hingga S2: Kemenkes, Kemenag, hingga UI

Dampak quiet quitting

Fenomena quiet quitting memberikan dampak baik bagi perusahaan maupun karyawan itu sendiri.

Dilansir dari Indian Express, quiet quitting dikhawatirkan dapat mengurangi produktivitas para karyawan.

Di Amerika, produktivitas pekerja nonpertanian turun 2,5 persen pada kuartal kedua 2022 jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini merupakan penurunan tahunan tertajam sejak 1948 menurut Biro Statistik Tenaga Kerja.

Baca juga: Lowongan Kerja di 32 Perusahaan Grup Astra, Catat Jadwal dan Cara Daftarnya!

Menanggapi penurunan produktivitas secara keseluruhan, perusahaan seperti Google memberi sinyal bahwa PHK akan segera terjadi.

Di sisi lain, psikolog organisasi Ben Granger mengatakan bahwa quite quitting dapat berdampak pada potensi PHK pada karyawan itu sendiri. Para pekerja yang menganut konsep quiet quitting ini akan berada di urutan teratas daftar PHK.

Selain itu, bertahan dalam pekerjaan yang menyedihkan dengan cara bekerja seminimal mungkin bisa melepaskan prospek karyawan untuk pindah dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Perilaku quiet quitting ini juga tak bisa diterapkan di semua sektor pekerjaan.

Sebagai contoh, para pekerja dari kalangan minoritas di AS hingga saat ini harus selalu memberi usaha lebih karena bekerja ala kadarnya justru berisiko dianggap tidak memenuhi ekspektasi pemberi kerja.

Baca juga: Lowongan Kerja di Kemenkes untuk Lulusan SMA, D3, S1, hingga S2, Ini Posisi dan Syaratnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com