Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Menyambut Tantangan Masa Depan dengan Kepemimpinan Pancasila

Kompas.com - 08/07/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Penelitian dari Muterera, et al (2018) juga menyinggung soal ini. Mereka meneliti hubungan pemimpin transformasional dan follower terhadap kepuasan kerja dan performa organisasi. Hasil penelitian mereka menunjukkan, dari sudut pandang follower, pemimpin transformasional membuat anggota merasakan kepuasan kerja.

Survei Achievers tahun 2020 menyebutkan, seorang pemimpin harus mengapresiasi kinerja karyawan, di mana 35 persen karyawan menganggap penting untuk mendapatkan pengakuan dari atasan mereka. Hubungan keduanya bersifat mutualisme. Berarti, dari perspektif kepemimpinan Pancasila, hubungan antara anggota dan pemimpin sangat penting. Keharmonisan antara pemimpin dan anggota dapat menghasilkan dampak yang signifikan. Oleh sebab itulah Indonesia bisa merdeka. Kemerdekaan tidak akan bisa diraih jika tidak ada keterikatan antara pemimpin dan anggotanya. Keduanya saling mendukung dan menguatkan.

Kepemimpinan berbasis etika dan akhlak-moral menjadi elemen kedua dari kepemimpinan Pancasila. Fondasi yang juga sangat penting bahwa pemimpin harus berasaskan pada etika dan akhlak-moral. SD Darmono mengatakan hal yang sangat menarik. Dia mengatakan, "Tanpa etika dan akhlak-moral, peradaban tidak akan berdiri kokoh."

Pernyataan ini memang benar dan para tokoh bangsa menyadari hal itu. Pemimpin adalah role model dan oleh karenanya, mereka harus memiliki landasan etika dan akhlak-moral yang sangat kuat. Mereka telah menunjukkan bahwa tanpa etika dan akhlak-moral, Indonesia tidak akan bisa meraih kemerdekaan.

Etika dan akhlak-moral kemudian tercermin dalam attitude manusia. Tanpa adanya attitude yang baik, seseorang tidak akan meraih kesuksesan apapun. Karena itu, hal pertama yang perlu kita perkuat adalah attitude kita. Attitude tercermin dari dalam diri, kemudian menunjukkannya kepada orang lain.

Misalnya saja bagaimana seorang pemimpin memperlakukan anggotanya: menyemangati mereka dan memberikan dorongan yang dibutuhkan agar anggota dapat berkontribusi maksimal. Dampaknya sangat besar ketika pemimpin menunjukkan attitude yang suportif, mengayomi, mengasihi, serta membangun budaya yang positif dan konstruktif.

Survei OCTanner tahun 2021 memberitahu kita bahwa anggota akan berkurang tingkat burnout-nya sebesar 57 persen ketika pemimpinnya mampu menghubungkan kerja mereka dengan tujuan dan pencapaian organisasi. Tahun 2017, Gallup menemukan bahwa pemimpin yang membangun budaya positif dapat meningkatkan produktivitas (17 persen), mengurangi tingkat resign (41 persen), menurunkan tingkat ketidakhadiran (41 persen), meningkatkan penjualan (20 persen), dan meningkatkan tingkat layanan pelanggan (10 persen).

Contoh lain yang menunjukkan attitude seorang pemimpin tercermin ketika menjelang proklamasi kemerdekaan, rakyat sangat antusias menjelang detik-detik proklamasi. Dalam autobiografi "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat," sangat terlihat jelas bahwa banyak rakyat mengunjungi kediaman Bung Karno, berusaha melindungi sekaligus mendengarkan pidato kebebasan Indonesia dari cengkeraman pihak penjajah.

Padahal pada saat itu Bung Karno sedang mengidap malaria. Namun, karena Bung Karno memiliki sikap pantang menyerah, sekaligus sadar bahwa dia memikul tanggung jawab yang maha besar, Bung Karno menguatkan hati dan tekad untuk memproklamirkan kemerdekaan bersama Bung Hatta. Bung Karno menunjukkan kegigihan yang tinggi.

Kepemimpinan Pancasila menjunjung tinggi toleransi dan keberagaman. Peradaban tidak hanya mempersoalkan bagaimana caranya memakmurkan masyarakat, tetapi bagaimana menciptakan masyarakat yang madani. Menerima dan merangkul keberagaman menjadi syarat penting untuk menciptakan masyarakat madani. Apabila kita bicara keberagaman, ada pernyataan dari Bung Karno di tahun 1926 ketika menggaungkan nilai nasionalisme. Penulis mengutipnya dari buku Cindy Adams, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat. "Kita membutuhkan persamaan hak. Kita telah mengalami ketidaksamaan sepanjang hidup kita. Mari kita lepaskan gelar-gelar."

Hal ini mempunyai dua makna penting yang berkaitan dengan kekuatan kepemimpinan Pancasila. Pertama, terlepas apapun suku, etnis, ras, agama, dan lain-lain, semua punya hak untuk hidup dan mendapatkan penghidupan yang layak. Artinya, kepemimpinan Pancasila menghendaki masyarakat majemuk yang inklusif dan adil.

Pada saat ini, keberagaman (diversity), kesetaraan (equity), dan inklusivitas (DEI) menjadi isu yang ditanggapi serius oleh perusahaan, organisasi, dan komunitas. Kita ambil contoh perusahaan. Menurut Culture Amp 2022, sebanyak 85 persen organisasi sedang membangun budaya DEI. Sebanyak 81 persen organisasi berpikir menerapkan budaya DEI akan menguntungkan perusahaan.

McKinsey dalam studinya tahun 2020 menemukan bahwa perusahaan yang menerapkan keragaman etnis dan budaya di tingkat eksekutif mereka, 36 persen akan mengalami kenaikan profit. Laporan dari ILO tahun 2022 menemukan bahwa ketika kebijakan tentang keberagaman dan inklusivitas terimplementasikan, 26 persen anggota akan lebih percaya jika keputusan promosi akan transparan dan akuntabel.

Data di atas menunjukkan kekuatan dari keberagaman, kesetaraan, dan inklusivitas. Kita kembali lagi ke konteks Indonesia, Indonesia memang negara yang kaya akan ras, suku, etnis, dan agama, serta antar golongan. Menurut data BPS tahun 2010, ada 1.331 kelompok suku  di Indonesia. Jumlah ini merupakan sebuah kekayaan karena masing-masing suku pasti punya nilai dan norma yang beragam. Keberagaman ini bisa menjadi senjata yang kuat untuk menyongsong masa depan.

Sampai saat ini, Indonesia bisa menjadi sebuah negara yang solid karena keberagamannya. Di atas itu semua, perlahan tapi pasti, visi para tokoh bangsa akhirnya terwujud. Memang, tidak mudah mengurusi negara besar dengan ratusan juta penduduk dan berbagai karakteristik daerahnya. Akan tetapi, pemimpin saat ini terbilang sukses membangun Indonesia. Membangun dari pinggiran, memeratakan kesempatan, dan memakmurkan masyarakat. Namun, perjalanan masih panjang.

Pancasila adalah hasil penggalian nilai bangsa. Ia menjadi panduan kita dalam bersikap dan berbuat. Kepemimpinan Pancasila merupakan kepemimpinan yang kontekstual dan menjiwai semangat Indonesia. Para tokoh bangsa serta para pemimpin generasi terdahulu telah berjuang membangun Indonesia sesuai kapasitas dan kekuatannya. Mereka telah meletakkan fondasi dan norma yang kokoh untuk dijadikan rujukan dalam bernegara.

Elemen terakhir dari kepemimpinan Pancasila adalah gotong royong. Dari ke semua nilai Pancasila, dengan mempertimbangkan aspek keberagamannya, Pancasila merupakan representasi dari nilai gotong royong. Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud-ristek, Hilmar Farid, dikutip dari Good News from Indonesia, mengingat betul apa yang disampaikan Bung Karno tentang Pancasila. “Saya tidak menciptakan Pancasila, saya menggali arti tentang gotong royong.’’

Artinya, Pancasila secara esensi adalah gotong royong. Arti gotong royong memang mirip dengan kerja sama atau kolaborasi. Namun, gotong royong berlandaskan pada keikhlasan dan dampaknya menimbulkan solidaritas di antara masyarakat yang terlibat. Masyarakat kita pun sadar bahwa nilai gotong royong menjadi inti nilai dari masyarakat. Berdasarkan survei dari Nenilai di tahun 2020, sebuah inisiatif untuk menggali nilai-nilai bangsa Indonesia, gotong royong menjadi nilai yang hidup di masyarakat kita, dengan 19.734 responden.

Nilai gotong royong telah terbukti menyelamatkan bangsa Indonesia dari berbagai tantangan. Misalnya peristiwa tsunami Aceh, lalu gempa di Palu-Donggala, dan masih banyak lagi. Yang terbaru adalah di saat pandemi. Banyak orang saling tolong-menolong, memberikan makanan, masker, uang, hand sanitizer, alat kesehatan, dan lain-lain. Indahnya, gotong royong tersebut dilakukan oleh semua entitas: perusahaan, organisasi, komunitas, pemerintah, dan individual. Mereka melakukannya atas dasar kemanusiaan dan ingin memastikan rakyat Indonesia bisa bertahan dari situasi yang mencekam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com