Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Plus Minus Cuti Melahirkan 6 Bulan seperti Usulan dalam RUU KIA

Kompas.com - 22/06/2022, 19:00 WIB
Retia Kartika Dewi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyepakati pembahasan rancangan undang-undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).

Sebelumnya RUU KIA menjadi perhatian publik sebab sejumlah pasalnya dinilai progresif bagi perempuan.

Dalam RUU KIA di antaranya mengatur perpanjangan masa cuti melahirkan hingga waktu istirahat bagi ibu yang keguguran.

Cuti melahirkan dalam draf RUU KIA diusulkan paling sedikit 6 bulan.

"Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Ibu yang bekerja berhak: a. mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 (enam) bulan," demikian bunyi Pasal 4 Ayat (2) huruf a draf RUU KIA.

Sementara sebelumnya, penetapan masa cuti melahirkan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja mengatur bahwa durasi waktu cuti melahirkan 3 bulan.

Baca juga: Poin-poin Penting RUU KIA, Salah Satunya Cuti Melahirkan 6 Bulan

Plus minus cuti 6 bulan bagi ibu melahirkan

Wacana mngenai cuti melahirkan selama enam bulan memicu pembahasan terkait manfaat dan dampaknya. 

Adanya rencana aturan tersebut bisa menjadi kabar yang baik bagi perempuan calon ibu. Namun di sisi lain juga membuat segelintir masyarakat khawatir.

Khawatir enggan rekrut karyawan perempuan

Mereka khawatir jika aturan ini diteken, maka akan ada banyak perusahaan yang enggan merekrut karyawati ke depannya.

Hal itu karena perusahaan akan kehilangan produktivitas kerja pekerja perempuan, sementara tetap harus membayar gajinya.

Kekhawatiran itu salah satunya diungkapkan Tuzzahra (29), ibu satu anak yang bekerja di Jakarta Pusat.

"Saya kurang setuju wacana itu. Karena saya meyakini bakal membuat banyak perusahaan yang segan mengangkat karyawan perempuan. Padahal, sekarang saja cari kerja untuk perempuan sudah susah," kata dia kepada Kompas.com, Selasa (21/6/2022).

Tuzzahra bukannya tidak setuju dengan pelonggaran jatah cuti melahirkan.

Namun dia berharap pemerintah juga memikirkan aturan lainnya yang melindungi para pekerja wanita ke depannya dengan membuat aturan yang juga menguntungkan perusahaan.

Baca juga: Pengusul RUU KIA: Cuti Melahirkan 6 Bulan Justru Tingkatkan Produktivitas Ibu Bekerja

Stigma pekerja perempuan

Hal serupa juga dikhawatirkan Prana (29), karyawati perusahaan swasta yang baru melahirkan satu bulan lalu.

Prana menceritakan pengalaman tentang buruknya stigma masyarakat akan karyawati baru yang tengah hamil.

Sebelumnya di kantor lamanya ada karyawan yang sebulan masuk, tapi baru tahu kalau lagi hamil tiga bulan.

"Setelah ketahuan karyawan lain, dia habis dijulidin ibu-ibu di kantor. Padahal orang tersebut mengaku tidak tahu kalau sedang hamil saat proses rekrutmen pekerjaan. Kan kasihan," kenang Prana.

Karena itu Prana khawatir, saat cuti melahirkan tiga bulan saja sudah tidak mudah diterima oleh warga perusahaan, bagaimana jika cuti tersebut jadi diperpanjang.

Selain itu, alih-alih cuti melahirkan selama enam bulan, Prana mengusulkan agar pemerintah juga menengok pentingnya jatah cuti bagi ayah yang menemani ibu.

"Alangkah baiknya, ada aturan yang memanjangkan cuti bagi ayah. Biar mereka ikut ngurusin anak dan jagain istri, khususnya sebelum masa melahirkan," ungkap Prana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com